Syaiful Jamil ‘Gugat’ UU Lalu Lintas
Berita

Syaiful Jamil ‘Gugat’ UU Lalu Lintas

Terkait insiden kecelakaan di Purwakarta.

Oleh:
ash
Bacaan 2 Menit
Syaiful Jamil gugat UU lalu lintas. Foto: Sgp
Syaiful Jamil gugat UU lalu lintas. Foto: Sgp

Insiden kecelakaan yang menimpa artis dangdut Syaiful Jamil bersama sang istri Virginia Anggraeni di Tol Cipularang bergulir ke Mahkamah Konstitusi (MK). Syaiful yang juga berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Purwakarta terkait insiden kecelakaan yang menewaskan istrinya, mengajukan permohonan pengujian Pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas). Syaiful bersikukuh kecelakaan yang dia alami murni musibah, bukan kelalaian.

”Pemohon minta keadilan karena apa yang dialaminya adalah musibah, bukan kelalaian. Apalagi, frasa ‘kelalaiannya’ dalam Pasal 310 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak memiliki penjelasan secara resmi,” kata Kuasa Hukum Saiful Jamil, RM Tito Hananta Kusuma dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai hakim konstitusi Anwar Usman di Gedung MK, Jumat (22/6).

Selengkapnya, Pasal 310 UU Lalu Lintas berbunyi, (1) “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp1 juta.”

(2) “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 juta.”

(3) “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.”

(4) ”Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.”

Seperti diketahui, Syaiful telah didakwa melakukan kelalaian yang mengakibatkan istrinya (orang lain) meninggal dunia dalam kecelakaan di jalan tol Cipularang pada 3 September 2011 lalu.    

Tito mengatakan adanya ketidakjelasan penafsiran Pasal 310 itu terutama sepanjang frasa “kelalaiannya” dan “orang lain” merugikan hak konstitusional pemohon. ”Pasal 310 UU aquo tidak memberikan penjelasan secara khusus mengenai frasa ‘kelalaiannya’ dan ‘orang lain’, menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan terhadap diri pemohon,” kata Tito.

Menurutnya, tak adanya penafsiran resmi mengenai definisi frasa “kelalaiannya”, memunculkan definisi yang bersifat subjektif baik dari majelis hakim, jaksa, dan ahli. Padahal yang menjadi korban dalam musibah itu ialah istri sah pemohon, bukan orang lain. Sebab, dalam UU Perkawinan, suami istri itu kesatuan lahir batin, bukan orang lain.

“Sudah kehilangan istri, pemohon juga dijadikan terdakwa. Karena itu, kami minta frasa ‘kelalainnya’ dan ‘orang lain’ dalam Pasal 310 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945,” pintanya.

Anggota Hakim Panel Achmad Sodiki mengingatkan MK tidak mengadili kasus konkret, tetapi menguji konstitusionalitas norma undang-undang. Ia menyarankan agar kasus itu jangan dijadikan fokus, tetapi fokus pada pertentangan normanya. “Argumentasi pertentangan Pasal 310 UU Lalu Lintas dengan UUD 1945 apa? Saudara harus mengelaborasi lagi agar tidak menjadi pengujian sebuah kasus,” saran Sodiki.

Hal senada dikatakan Harjono yang meminta agar pemohon membuktikan pertentangan UU Lalu Lintas dengan UUD 1945. Menurutnya, apabila frasa “kelalaiannya” dihilangkan nantinya pasal itu menjadi pasal “tutup mata”.

“Nanti kalau frasa ‘kelalaiannya’ dihilangkan jadi pasal ‘tutup mata’, lalai atau tidak siapapun akan dianggap bersalah dan dipidana. Misalnya, jika ada orang mengendarai mobil di tol terjadi gempa bumi terus menabrak kendaraan lain juga bisa dikenai pasal ini. Tolong ini dipikirkan kembali, jangan hanya melihat dari sisi kasus Anda,” pinta Harjono.

Tags: