Dua Kementerian Setuju Ratifikasi Statuta Roma
Berita

Dua Kementerian Setuju Ratifikasi Statuta Roma

Menunggu narasi yang jelas agar diterima semua pihak.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit
M. Akil Mochtar (kanan), Hakim Mahkamah Konstitusi . Foto: Sgp
M. Akil Mochtar (kanan), Hakim Mahkamah Konstitusi . Foto: Sgp

Hakim Mahkamah Konstitusi M. Akil Mochtar secara pribadi mendukung agar pemerintah segera meratifikasi Statuta Roma. Menurut Akil, Statuta Roma memperkuat perlindungan HAM dan membenahi sistem hukum yang ada di Indonesia. Namun sejak 14 tahun Statuta Roma itu disepakati dan delapan tahun sejak Statuta Roma mulai berlaku, pemerintah sampai saat ini belum meratifikasinya.

Walau begitu Akil mengakui pemerintah sudah berupaya untuk meratifikasi Statuta Roma lewat beberapa kebijakan. Misalnya memasukan ratifikasi tersebut ke dalam rencana aksi HAM (Ranham). Sayangnya, dalam Ranham 2004 – 2009, ratifikasi tersebut gagal dan kemudian pemerintah berencana untuk merealisasikan ratifikasi Statuta Roma pada Ranham 2009 – 2014.

Dengan meratifikasi Statuta Roma Akil berpendapat rezim yang meratifikasi tunduk pada yuridiksi pengadilan pidana Internasional. Tapi sifat menundukkan diri itu tidak bersifat mutlak (absolute), namun bersifat pelengkap (complementary). Sehingga pengadilan pidana Internasional (ICC) berwenang mengadili jika pengadilan umum dalam sistem hukum nasional suatu negara tidak bersedia (unwilling) atau tidak mampu (unable) untuk mengadili perkara.

Pengambilalihan perkara dari pengadilan nasional ke internasional itu menurut Akil diatur dalam dalam Pasal 17 ayat (2) dan (3) Statuta Roma. Dalam ketentuan itu pengadilan nasional dinilai tidak bersedia mengadili sehingga diambil alih oleh ICC jika memenuhi tiga hal.

Pertama, ada keputusan nasional yang melindungi pelaku tindak pidana dalam yuridiksi pengadilan pidana Internasional. Kedua, ada penangguhan yang tidak dapat dibenarkan untuk membawa pelaku tindak pidana dihadapan pengadilan. Ketiga, langkah-langkah hukum tidak dilakukan secara mandiri atau memihak.

Selain itu Akil juga menyebut terdapat ukuran penilaian atas ketidakmampuan pengadilan nasional untuk mengadili perkara tindak pidana dalam yuridiksi ICC. Yaitu bila peradilan nasional dinilai telah mengalami keruntuhan secara total maupun substansial.

Akil mengingatkan, yuridiksi kewenangan ICC dibatasi dalam tindak pidana tertentu, termasuk dalam kejahatan luar biasa sebagaimana disebut dalam pasal 5 Statuta Roma. Sedangkan ICC tidak berwenang mengadili perkara tindak pidana yang dilakukan sebelum Statuta Roma berlaku secara efektif 1 Juli 2002. Walau Statuta Roma memegang prinsip non retroaktif tapi Akil menegaskan hal tersebut dapat dikecualikan dalam ICC.

Tags: