Kasus Susila yang Terus Menyeret Prajurit
Putusan Terpublikasi:

Kasus Susila yang Terus Menyeret Prajurit

Surat Telegram Konfidensial Panglima TNI No. 198 Tahun 2005 sudah mengatur sanksi tegas bagi prajurit yang terlibat pelanggaran kesusilaan.

Oleh:
Mys/M-12
Bacaan 2 Menit
Panglima TNI sudah mengatur sanksi tegas bagi prajurit yang terlibat pelanggaran kesusilaan. Foto: Sgp
Panglima TNI sudah mengatur sanksi tegas bagi prajurit yang terlibat pelanggaran kesusilaan. Foto: Sgp

Meskipun diajarkan untuk hidup disiplin dan menjunjung tinggi etika, selalu saja ada oknum militer yang terseret perkara kesusilaan. Penelusuran yang dilakukan hukumonline terhadap putusan-putusan Mahkamah Agung terpublikasi sepanjang semester pertama 2012 menunjukkan tindak pidana yang berkaitan dengan kesusilaan menduduki peringkat pertama.

Ada 31 putusan pidana militer pada tingkat kasasi dan peninjauan kembali yang dipublikasikan Mahkamah Agung melalui situs resmi. Dari jumlah itu, 10 putusan merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan kesusilaan. Termasuk dalam lingkup ini turut serta melakukan zina, melanggar kesusilaan umum, dan persetubuhan.

Tindak pidana lain yang paling sering dilakukan setelah kesusilaan berdasarkan putusan terpublikasi tersebut adalah perampokan dan pencurian (5). Disusul desersi dalam damai dan tindak pidana psikotropika/narkotika masing-masing 4 putusan.

Adapun jenis tindak pidana lain yang menyeret oknum militer adalah penipuan (3), pembunuhan dan penganiayaan (2), serta masing-masing satu kasus untuk tindak pidana menelantarkan anggota keluarga, pemalsuan surat, dan menjual tanpa hak.

Sebagian dari oknum pelaku tindak pidana dipecat dari dinas militer. Apalagi perbuatan itu dilakukan terhadap atau dengan isteri  prajurit lain. Sanksi tegas terhadap prajurit yang melanggar kesusilaan memang sudah diamanatkan dalam Surat Telegram Konfidensial (STK) Panglima TNI No. 198 Tahun 2005.  STK ini menyatakan bahwa setiap anggota militer yang melakukan tindak pidana kesusilaan harus dipecat dari dinas militer.

Mantan Panglima TNI, Endriartono Sutarto tidak kaget mengetahui tindak pidana kesusilaan mendominasi di peradilan militer. “Sebenarnya fenomena tindak pidana kesusilaan merupakan fenomena biasa di masyarakat, tapi karena yang melakukannya anggota militer, yang memiliki sistem yang ketat, maka fenomena tersebut menjadi fenomena yang menonjol,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa masalah tersebut sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan lebih kepada masalah moral anggota militer tersebut.

Pernyataan bernada kritik justru disampaikan peneliti Imparsial, Bhatara Ibnu Reza. Meskipun jumlah konkritnya belum pasti, banyaknya kasus kesusilaan yang menyeret prajurit menunjukkan degradasi. Batara malah mempertanyakan mengapa masalah kesusilaan bisa masuk ke dalam peradilan militer. “Kalau untuk urusan zina atau kesusilaan lebih tepatnya masuk dalam sidang kode etik. Dan untuk kasus narkoba seharusnya masuk dalam peradilan umum.

Memang, UU No. 31 Tahun 2007 tentang Peradilan Militer hanya menindak anggota militer berdasarkan statusnya bukan pada tindak pidana yang dilakukan.

Masalah ini juga sempat dipertanyakan komisioner Komisi Yudisial Abbas Said saat seleksi calon hakim agung. Abbas mengajukan pertanyaan kepada Mayjend Burhan Dahlan, Ketua Pengadilan Militer Utama (Kadilmiltama), yang ikut seleksi calon hakim agung.

Tags: