Dakwaan Miranda Daluwarsa
Utama

Dakwaan Miranda Daluwarsa

Mengacu pada Pasal 78 ayat (1) butir ke-2 KUHP.

Oleh:
fathan qorib
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Miranda Swaray Goeltom usai sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp
Terdakwa Miranda Swaray Goeltom usai sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp

Marathon. Satu kata yang pantas diberikan dalam persidangan dengan terdakwa Miranda Swaray Goeltom di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/7).

Usai sidang yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan dari tim penuntut umum KPK, pihak terdakwa langsung membacakan nota keberatan (eksepsi).  

P
enuntut umum menilai bahwa mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) tersebut telah menyuap atau menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk memberikan Traveller Cheque kepada puluhan anggota DPR periode 1999-2004. Jaksa KPK Supardi mengatakan, perbuatan ini dilakukan Miranda bersama-sama dengan Nunun Nurbaeti sekitar bulan Juni tahun 2004 silam.

Penuntut umum menguraikan, Miranda bersama Nunun atau bertindak sendiri-sendiri, pada Juni 2004 di Jalan Cipete Raya dan Jalan Riau No. 17-21 atau di tempat lain, memberi sesuatu pada anggota DPR. “Berupa TC BII senilai Rp20,85 miliar melalui Arie Malangjudo yang merupakan bagian dari total 480 lembar cek pelawat senilai Rp24 miliar,” urai Jaksa Supardi.

Sebelum pemilihan DGS BI, lanjut Supardi, Miranda melakukan pertemuan dengan Nunun. Dalam pertemuan tersebut, Miranda meminta Nunun untuk dikenalkan ke teman-teman Nunun yang menjadi Anggota Komisi IX DPR. Perkenalan ini dimaksudkan karena ingin didukung dalam pencalonanannya sebagai DGS BI tahun 2004. Nunun pun menyetujui permintaan Miranda tersebut.

Untuk memenuhi permintaan Miranda tersebut, Nunun memfasilitasi pertemuan terdakwa dengan Anggota DPR Endin AJ Soefiihara dari Fraksi PPP, Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta masing-masing dari Fraksi Partai Golkar. Pertemuan untuk mendukung memilih Miranda dalam fit and proper test DGS BI oleh Komisi IX DPR.

Setelah pertemuan, Nunun mendengar ada yang menyampaikan kepada terdakwa ‘ini bukan proyek thank you ya?’.  Maksudnya atas dukungan terhadap terdakwa akan ada suatu imbalan kepada anggota DPR yang memilihnya dalam fit and proper test DGS BI tahun 2004, lanjut Supardi.

Bukan hanya itu, Miranda juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP di salah satu ruangan di Hotel Dharmawangsa. Dalam pertemuan tersebut terdakwa meminta agar anggota Fraksi PDIP memilihnya pada fit and proper test DGS BI tahun 2004. Selain itu, terdakwa juga mengundang anggota Komisi IX dari fraksi TNI/Polri di kantornya dan berharap agar pertanyaan seputar keluarga terdakwa tak diajukan dalam fit and proper test.

Miranda dijerat dengan dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau dakwaan kedua, dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Atau dakwaan ketiga dijerat Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau dakwaan keempat dijerat Pasal 13 UU 13 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.

Surat dakwaan langsung ditanggapi (eksepsi) oleh terdakwa dan tim pengacara. Andi F Simangunsong mengatakan, dakwaan ketiga dan dakwaan keempat dalam surat dakwaan penuntut umum telah daluwarsa. Hal ini sesuai dengan Pasal 78 ayat (1) ke-2 KUHP.

Tertulis, kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa dengan kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun. Lantaran dalam UU Pemberantasan Tipikor tidak diatur khusus mengenai daluwarsa, maka ketentuan dalam KUHP mutatis mutandis berlaku terhadap UU No. 31 Tahun 1999.

“Penyuapan terjadi Juni 2004 telah daluwarsa pada Juni 2010 yang lalu,” ujar Andi di dalam sidang yang dipimpin Hakim Gusrizal.

Hukumonline lalu meminta tanggapan Mudzakir, pakar hukum acara pidana UII Yogyakarta akan ketentuan Pasal 78 ayat (1) kedua KUHP. Dia berpendapat ada dua kemungkinan yang akan ditetapkan hakim dalam putusan sela nanti. Apakah lanjut tapi tidak memeriksa dakwaan daluwarsa.

“Atau meminta susunan dakwaan diperbaiki, bukan memperbaiki pasal karena melanggar kepastian hukum,” ujarnya ketika dihubungi.

Menurut Mudzakir, dalam menerapkan Pasal 78 KUHP ini ada dua teori untuk menghitung daluwarsa. Pertama, tindak pidana yang mudah diketahui publik (terbuka). Seperti membunuh, membakar rumah. Maka kadaluwarsa dihitung dari perbuatan yang terjadi saat itu.

Sedangkan penghitungan kadaluwarsa yang kedua, untuk tindak pidana tersembunyi (terselubung). Maka, penghitungan sejak diketahui tindak pidana terungkap. “Sejak itulah dihitung kadaluwarsa.”

Selanjutnya Mudzakir menjelaskan, dalam penghitungan daluwarsa, seharusnya dilakukan oleh semua pihak terkait. Seperti jaksa dan hakim. Tapi tetap hakim yang akan memutuskan kapan daluwarsa.

Tags: