Komnas PA: Hakim Jangan Takut Dipidana
Berita

Komnas PA: Hakim Jangan Takut Dipidana

48 persen pembaca hukumonline pro terhadap aturan yang memuat ancaman pidana terhadap penegak hukum.

Oleh:
m-14
Bacaan 2 Menit
Komnas PA: Hakim Jangan Takut Dipidana
Hukumonline

Awal Juli 2012 lalu, Sidang Paripurna DPR akhirnya menyetujui RUU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Meskipun telah disetujui dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden, kontroversi yang muncul sejak proses pembahasan RUU SPPA belum juga usai. Kontroversi itu terutama menyangkut ancaman pidana terhadap penegak hukum terkait proses peradilan pidana anak.

Ancaman itu tertuang dalam Pasal 96 yang juga merujuk ke Pasal 7. Pasal 96 menyatakan penyidik, penuntut umum, dan hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan diversi pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp200 juta.

Kalangan hakim adalah pihak yang paling santer menolak pasal itu. Bahkan, MA selaku puncak kekuasaan kehakiman tertinggi menyatakan upaya kriminalisasi terhadap hakim adalah tindakan yang melanggar Konstitusi. Pernyataan ini meluncur dari mulut orang nomor satu di MA yakni Ketua MA M Hatta Ali.

“Makanya, kalau ada kriminalisasi terhadap hakim tidak tepat. Kita sebenarnya malu karena independensi hakim di sini dikungkung,” ujarnya.

Beberapa hari sebelum pernyataan Ketua MA itu, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) sudah mencanangkan langkah hukum konkret. Mereka berniat mengajukan permohonan uji materi ke MK terhadap UU SPPA. Realisasi langkah hukum ini tinggal menunggu UU SPPA ditandatangani Presiden.

Lalu, melihat begitu derasnya penolakan dari kalangan hakim, apakah dapat disimpulkan bahwa mayoritas publik juga menolak ancaman pidana bagi penegak hukum yang diatur UU SPPA? Tunggu dulu! Coba simak hasil Polling hukumonline tentang “Apa sikap anda terkait sanksi pidana bagi penegak hukum dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak?”

Walaupun tidak bisa dikatakan dominan, jumlah pembaca hukumonline yang pro terhadap aturan yang memuat ancaman pidana terhadap penegak hukum ternyata cukup banyak, yakni 48 persen. Sementara, pembaca yang tegas menyatakan tidak setuju, 36 persen. Sisanya, 17 persen pembaca hukumonline menyatakan kurang setuju.

Di luar hasil Polling hukumonline, sikap pro juga dinyatakan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait. Ditegaskan Arist, ancaman pidana bagi penegak hukum yang diatur UU SPPA sudah tepat. Menurut dia, kalangan hakim seharusnya tidak takut terhadap ancaman pidana selama mereka melaksanakan tugas dan fungsinya dengan benar. Tetapi, jika sebaliknya yang terjadi, maka hakim tidak kebal terhadap proses hukum pidana.

“Saya kira kalau itu diterapkan sesuai fungsi pokok dan tugas-tugasnya tidak masalah dan tidak perlu ditakuti,” ujarnya.

Sementara itu, pengajar mata kuliah Hukum Perlindungan Anak Fakultas Hukum UI, Heru Susetyo mengatakan paradigma UU SPPA memang ditujukan untuk para penegak hukum yang pemahamannya belum merata. Menurut Heru, sebagian penegak hukum seringkali menyamaratakan pemidanaan orang dewasa dengan anak-anak. Namun, kata dia, pemahaman yang belum merata ini terjadi diantaranya juga karena tidak ada aturan yang jelas mengenai proses peradilan anaka sebelum lahirnya UU SPPA.

Walaupun mendukung adanya pengaturan sanksi bagi penegak hukum dalam UU SPPA, Heru berpendapat sanksi yang diterapkan jangan langsung dipidana. Menurut dia, penegak hukum yang dinilai melanggar seharusnya dibina terlebih dahulu. Jika tetap melanggar, kata Heru, sanksi yang diterapkan sebaiknya sanksi adminisratif, seperti mutasi, penurunan atau penundaan pangkat.

“Jadi kalau ada ancaman hukuman bagi aparat, saya kira memang sudah pada tempatnya. Karena mereka memang sudah sepatutnya, tapi sebelum itu seharusnya ada pembinaan terlebih dahulu, supaya mereka paham betul tentang apa itu hukum acara anak. Sebelum ada pembinaan lantas ada pemidanaan saya kira kurang arif juga,” papar Heru.

Tags: