Pengacara Kecam Penetapan TSK Tanpa Pemeriksaan
Berita

Pengacara Kecam Penetapan TSK Tanpa Pemeriksaan

Seharusnya penyidik minta keterangan dulu dari orang yang bakal ditetapkan tersangka.

Oleh:
Rfq
Bacaan 2 Menit
Advokat Hotma Sitompoel. Foto: Sgp
Advokat Hotma Sitompoel. Foto: Sgp

Advokat Hotma Sitompoel mengecam langkah KPK menetapkan DS sebagai tersangka tanpa lebih dahulu memeriksa mantan Kakorlantas Polri itu. Hotma menilai KPK bukan saja melanggar etika, tetapi juga menyalahgunakan wewenang.

Kecaman itu disampaikan Hotma yang menjadi kuasa hukum DS. “Bagaimana KPK bisa menetapkan klien kami sebagai tersangka, tanpa pernah dilakukan pemeriksaan terhadap klien kami,“ ujarnya di Jakarta, Rabu (01/8).

Untuk membuktikan seseorang layak ditetapkan sebagai tersangka sebaiknya KPK memeriksa dan meminta keterangan dari orang bersangkutan terlebih dahulu. Jika tidak, sama saja dengan penyalahgunaan wewenang. “Menjadi pertanyaan atas dasar hukum apa KPK menetapkan klien kami sebagai tersangka. Telah terjadi abuse of power oleh KPK dalam penanganan perkara ini,” katanya.

Hotma membantah ada penggelembungan harga dalam proyek pengadaan driving simulator. Sesuai penjelasan DS kepada tim penasihat hukum dan dokumen yang relevan tidak ada penggelembungan. Tuduhan penyuapan pun dibantah. Menurut Hotma, proses tender sudah dilakukan transparan dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kalaupun KPK melihat ada penyimpangan, seharusnya diperjelas dulu kepada orang-orang yang diduga terlibat, dan tidak langsung menetapkan DS sebagai tersangka. “Mengenai fakta ini, tidak pernah diperiksa oleh KPK kepada klien kami,” katanya.

Argumentasi lain

Penanganan kasus driving simulator oleh kepolisian sebelum KPK masuk juga dijadikan argumentasi oleh tim penasihat hyukum DS. Juniver Girsang, juga penasihat hukum DS, menegaskan Polri sudah menangani kasus ini lebih dahulu, bahkan sudah menetapkan tersangka. “Sudang ada tersangka. Tanyakan pada kepolisian, karena yang berhak untuk menyatakan siapa tersangka itu pihak kepolisian,” ujarnya.

Juniver malah menuding KPK melanggar Nota Kesepahaman KPK dengan Polri dan Kejaksaan Agung. Pasal 8 ayat (1) Nota Kesepahaman menyebutkan: dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan, maka penentuan instansi  yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan dan atau kesepakatan para pihak.

Langkah KPK ‘mendahului’ Polri menimbulkan kesan pelanggaran etika. “Jangan sampai ada kesan terjadi persaingan. Ini kami sesalkan, sesama penegak hukum,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Kombes Pol Agus Riyanto menegaskan pihaknya belum menetapkan tersangka secara resmi. Namun dia tidak menampik kasus tersebut telah masuk ke tingkat penyidikan. Penyataan Agus Riyanto seolah menampik penegasan ketua KPK Abraham Samad seusai bertemu dengan Kapolri. Abraham menegaskan pihak Polri telah menetapkan tersangka dari pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). “Silahkan tanya Pak Abraham Samad. Sampai saat ini belum ada pernyataan resmi dari Polri tentang siapa tersangka yang ditangani Polri,” ujarnya.

Mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat itu beralasan penyidik Bareskrim masih melakukan pengumpulan data, dan melakukan analisisterhadap sejumlah bukti yang ada untuk diklarifikasi. Dengan begitu, kata Agus, penanganan kasus tersebut akan fokus. “Kemarin juga sudah disampaikan penanganannya ditangani KPK dan Polri. Jadi untuk tersangka sampai saat ini kita belum umumkan,” pungkasnya.

Tags: