Pakar HTN Sarankan Polri Tempuh SKLN
Utama

Pakar HTN Sarankan Polri Tempuh SKLN

Ketua MK Mahfud MD mengatakan polemik Polri dan KPK tidak bisa dibawa ke MK.

Oleh:
Rofiq Hidayat/Fathan Qorib/Ant
Bacaan 2 Menit
Yusril Ihza Mahendra dikenal sebagai pakar Hukum Tata Negara. Foto: Sgp
Yusril Ihza Mahendra dikenal sebagai pakar Hukum Tata Negara. Foto: Sgp

Polemik tarik ulur kewenangan menyidik kasus dugaan korupsi simulator SIM antara Polri dan KPK semakin seru. Hari ini (6/8), Polri meminta pendapat dua pakar hukum yakni Yusril Ihza Mahendra dan Romli Atmasasmita. Sebagaimana diketahui, Yusril dikenal sebagai pakar HTN, sedangkan Romli dikenal sebagai pakar Hukum Pidana. Keduanya mengaku terlibat dalam penyusunan UU KPK.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Boy Rafli Amar menjelaskan keputusan Polri meminta pendapat pakar hukum bertujuan untuk menjernihkan kisruh yang terjadi. “Tidak ada pemanggilan. Sharing pendapat hukum saja kalau saya lihat,” katanya.

Sesuai keahliannya, Yusril menyarankan Polri menempuh langkah hukum dengan mengajukan permohonan sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN). Menurut mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan itu, SKLN adalah pilihan solusi terakhir apabila Polri dan KPK tetap tidak bisa berkompromi, dan Presiden pun tidak bisa mengatasi.

“Kalau sekiranya dispute antara polisi dan KPK tidak terselesaikan, maka apakah itu bisa dibawa ke MK untuk diputus?Saya berpendapat itu adalah alternatif terakhir apabila kedua pihak tidak dapat berkompromi dan presiden juga tidak berdaya mengatasi dispute antara dua lembaga penegak hukum,” ujarnya.

Yusril berkeyakinan MK berwenang mengadili dan memutus sengketa yang terjadi antara Polri dan KPK. “Ini akan menjadi sesuatu menarik kalau sekiranya nanti masalah ini dibawa ke MK dan akan diputus siapa yang berwenang,” ujarnya.

Soal polemiknya sendiri, Yusril berpendapat KPK tidak dapat begitu saja mengambil alih penanganan kasus korupsi. Menurut dia, UU KPK harus ditafsirkan secara utuh mulai dari Pasal 6,7,8, dan 9 dengan Pasal 50 ayat (1-4).

Pengambilalihan penyidikan oleh KPK, kata Yusril, dapat dibenarkan sepanjang ada sebab-sebab tertentu sebagaimana diatur undang-undang. Misalnya, penyidikan berlarut-larut, penyidikan mengadung unsur korupsi, atau melindungi pihak yang terlibat kasus dugaan korupsi.

“Selama ini (sebab-sebab tertentu, red.) tidak dilakukan Polri, karena itu saya melihat murni dari segi hukum tidak terdapat alasan bagi KPK untuk ambil alih penyidikan yang lebih dulu dilakukan Polri,” kata pendiri Partai Bulan Bintang itu.

Sebelumnya, di tempat terpisah, Ketua MK Mahfud MD menegaskan bahwa polemik Polri dan KPK tidak dapat dibawa ke MK. Menurut Mahfud, SKLN mensyaratkan bahwa lembaga negara yang bersengketa adalah lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945. Polri memang lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945, namun KPK tidak.  

"Ini tidak mungkin dibawa ke MK. Lembaga negara yang bersengketa yang bisa dibawa MK adalah lembaga negara yang diatur dalam UUD. Sementara KPK kan belum ada di UUD," kata Mahfud seusai acara pengajian dan buka puasa bersama di Pesantren Al Qurthuby, Pujer, Kabupaten Bondowoso, Jatim, Minggu (5/8).

Merujuk ke UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah UU No. 8 Tahun 2011, SKLN diatur pada Bagian Kesembilan Pasal 61-67. Pasal 61 ayat (1) berbunyi “Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketan”.

Berangkat dari rumusan Pasal 61 ayat (1), UU MK memang hanya mengatur definisi tentang pemohon SKLN, sedangkan termohon tidak diatur secara tegas. Definisi termohon baru ditegaskan dalam Pasal 2 Peraturan MK No. 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.

Pasal 2

(1)   Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah:

a.     Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

b.    Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

c.     Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

d.    Presiden;

e.    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);

f.      Pemerintahan Daerah (Pemda); atau

g.    Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

(2)   Kewenangan yang dipersengketakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kewenangan yang diberikan atau ditentukan oleh UUD 1945.


Belum dispute
Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mempersilakan apabila Polri memang mengajukan permohonan SKLN. "Kalau itu opsinya Polri, silakan saja dibawa ke MK," ujar Johan kepada wartawan di kantornya, Senin (6/8).

Johan berpendapat kondisi saat ini sebenarnya belum memunculkan pertentangan. Makanya, dia berharap banyak pada hasil pembicaraan yang akan dilakukan antara pimpinan dua lembaga. "Saya kira belum dispute, karena masih ada tahapan lagi antara pembicaraan pimpinan KPK dengan Kapolri. Bisa saja hasilnya menemukan jalan keluar yang baik," tukasnya.

Tags: