KPK dan Polri Sepakat ‘Cooling Down’
Utama

KPK dan Polri Sepakat ‘Cooling Down’

Sekitar 10 Saksi dari pihak swasta telah diperiksa KPK.

Oleh:
fathan qorib/happy rayna stephany
Bacaan 2 Menit
KPK dan Polri Sepakat Cooling Down dalam penanganan kasus dugaan korupsi driving simulator. Foto: Sgp
KPK dan Polri Sepakat Cooling Down dalam penanganan kasus dugaan korupsi driving simulator. Foto: Sgp

Ramai diberitakan berseteru terkait penanganan kasus dugaan korupsi driving simulator, KPK dan Polri ternyata merasa ‘gerah’ juga. Makanya, kedua lembaga penegak hukum itu sepakat untuk cooling down (menahan diri, red.). Pejabat-pejabat di KPK dan Polri diharapkan tidak membuat pernyataan yang berpotensi memperkeruh suasana.

Kesepakatan ini dicapai saat Ketua KPK Abraham Samad mengikuti acara berbuka puasa di Mabes Polri, Rabu (8/8), yang juga dihadiri Presiden SBY. Berdasarkan pantauan hukumonline, dalam acara berbuka puasa di Mabes Polri, Abraham Samad memang tampak akrab dengan Kabareskrim Sutarman. Keakraban itu seolah-olah ingin menunjukkan kepada publik bahwa KPK dan Polri tidak berseteru.

"Salah satu hal yang disepakati adalah KPK dan Polri cooling down dulu agar situasi jangan diperparah dengan pernyataan para pejabat jadi seolah-olah di depan publik kedua institusi bertolak belakang," tutur Johan Budi SP, Juru Bicara KPK, Kamis (9/8).

Dijelaskan Johan, dalam acara itu Presiden SBY meminta KPK dan Polri menjunjung tinggi koordinasi dan sinergitas dalam melakukan penyidikan kasus driving simulator.

Cooling down membuat pernyataan publik, bukan berarti cooling down dalam penyidikan. Johan mengatakan penyidikan KPK terus berjalan. Menurut dia, KPK bahkan sudah memeriksa 10 orang saksi terkait kasus driving simulator.

"KPK sudah meminta keterangan lebih dari 10 pihak baik dilakukan di Bandung maupun di Jakarta. Di gedung KPK sendiri ada pemeriksaan saksi-saksi pekan depan dan pemeriksaan tersangka belum dijadwalkan," ujar Johan.

Menurutnya, saksi-saksi yang dimintai keterangannya ini kebanyakan berasal dari swasta. Sayangnya, Johan tak menjelaskan secara rinci alasan kenapa para saksi tersebut diperiksa di luar gedung KPK. "Hanya untuk kepentingan penyidikan," katanya.

Dikatakan Johan, hingga kini, KPK masih konsentrasi memeriksa para saksi. Makanya bukti-bukti yang didapat dari penggeledahan di kantor Korlantas beberapa waktu lalu belum bisa diungkapkan ke publik.

"Tidak benar KPK tidak bisa mengakses barang sitaan, KPK bisa mengakses kapan pun barang sitaan yang ada di KPK dalam waktu tidak terlalu lama, saya bisa pastikan pekan depan untuk mengakses barang bukti," kata Johan.

Yusril tak memihak
Di tempat terpisah, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa dirinya tidak berpihak kepada salah satu pihak. Pada dasarnya, kata pakar HTN ini, masing-masing lembaga, baik Polri maupun KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi.

“Hanya ada perbedaan-perbedaan misalnya pada hukum acaranya pada tingkat KPK itu ada menyimpang dari KUHAP. Jadi, semuanya itu dapat melakukan penyelidikan,” dia menegaskan.

Meskipun sama-sama memiliki kewenangan tetapi terdapat aturan bahwa apabila satu pihak sudah memulai melakukan peyelidikan, maka instansi yang lain menjadi tidak berwenang. Apabila KPK telah melakukan penyidikan, polisi dan jaksa tidak berwenang melakukan penyidikan untuk objek yang sama, dan sebaliknya juga begitu.

Khusus KPK, lanjut Yusril, lembaga anti rasuah itu memiliki kewenangan mengambil alih dengan syarat-syarat tertentu. Syarat pertama, penyidikan korupsi itu berlarut-larut atau laporan masyarakat tidak ditanggapi sebagaimana mestinya. Kedua, penyidikan yang dilakukan polisi dan jaksa itu mengandung korupsi di baliknya. Ketiga, penyidikan itu justru untuk melindungi orang yang diduga melakukan korupsi.

“Jadi, kalau KPK melihat hal itu, maka KPK harus memberitahukan kepada polisi bahwa KPK akan mengambil alih. Ketika KPK telah mengambil alih, polisi dan jaksa tidak berwenang,” papar Yusril.

Tags: