OC Kaligis Gugat Dewan Kehormatan PERADI
Utama

OC Kaligis Gugat Dewan Kehormatan PERADI

Berawal dari pengaduan seorang pengacara asal Yogyakarta yang menuding OCK hanya mencari popularitas saat menangani sebuah perkara.

Oleh:
abdul razak asri
Bacaan 2 Menit
OC Kaligis, salah seorang advokat yang menggemari cincin batu akik. Foto: Sgp
OC Kaligis, salah seorang advokat yang menggemari cincin batu akik. Foto: Sgp

Pengacara beken Otto Cornelius Kaligis (OCK) melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Yang disasar OCK adalah Dewan Kehormatan Daerah (DKD) DKI Jakarta. OCK menganggap DKD DKI Jakarta melakukan perbuatan melawan hukum terkait proses sidang kode etik, dimana dia menjadi salah satu pihaknya.

“Ya, kita sudah daftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat,” kata Afrian Bondjol, salah seorang pengacara senior di kantor OCK and Associates, kepada hukumonline melalui telepon, Kamis (16/8). 

Dituturkan Afrian, awal kisah gugatan ini adalah pengaduan seorang pengacara asal Yogyakarta ke DKD DKI Jakarta. Pengacara itu, kata Afrian yang sayangnya mengaku lupa nama si pengacara, mengadukan dugaan pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia yang dilakukan OCK. Menurut Afrian, OCK dituding berorientasi mencari popularitas ketika menangani sebuah kasus.

Tudingan ini dibantah pihak OCK. Cara OCK membantah adalah dengan menunjukkan pernyataan tertulis dari beberapa mantan kliennya seperti Aulia Pohan dan Manohara, bahwa mereka yang mendekati OCK, bukan sebaliknya. Dari pernyataan itu, OCK ingin membuktikan bahwa dirinya tidak mencari popularitas.

“Kebetulan saja, kasus-kasus yang ditangani (OCK, red) bernuansa publik sehingga disorot media,” kata Afrian menambahkan.

Singkat cerita, pengaduan pengacara Yogyakarta itu sampai pada putusan akhir. Majelis Kehormatan Daerah DKI Jakarta menyatakan menolak pengaduan. OCK lolos dari jeratan sanksi kode etik. Namun, ada satu hal yang mengganjal buat OCK terkait putusan majelis. Di situ terdapat catatan bahwa OCK bersikap tidak sopan ketika bertanya ke seorang saksi dari pihak pengadu. Saksi dimaksud kebetulan adalah seorang pengacara terkenal juga yakni Elza Syarief.

Meskipun dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik, OCK keberatan adanya catatan dalam putusan majelis. Apalagi, kata Afrian, setelah putusan itu, pihak OCK bertanya kepada Elza tentang sikap tidak sopan yang dimaksud putusan majelis. Kala itu, Elza menilai sikap OCK biasa saja.

Setelah pengaduan pengacara Yogyakarta, OCK kembali menjadi teradu dalam konteks perkara berbeda. Kali ini, si pengadu adalah Elza Syarief sendiri. Saat hendak menjalani persidangan, OCK mengetahui bahwa ternyata susunan Majelis Kehormatan Daerah-nya ternyata sama dengan yang memeriksa perkara pengaduan pengacara Yogyakarta.

“Kami jelas keberatan masa majelis hakimnya sama dengan yang ‘menghukum’ bapak (OCK, red), seharusnya mereka bentuk majelis yang berbeda dengan melibatkan budayawan, atau akademisi,” papar Afrian. “Makanya kemudian kami menggugat.”

Perkara pengaduan Elza Syarief pada akhirnya berdamai. Namun, OCK tetap melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap DKD DKI Jakarta.

Harusnya Banding
Dihubungi terpisah, Kamis (16/8), Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat PERADI Sugeng Teguh Santoso mengaku belum mengetahui gugatan yang dilayangkan OCK. Namun, dia mengetahui adanya keberatan dari OCK terhadap DKD DKI Jakarta. Kata Sugeng, OCK pernah berbicara langsung tentang masalah tersebut. Kala itu, lanjut Sugeng, OCK bahkan mengungkapkan niatnya menempuh jalur hukum pidana terhadap DKI Jakarta.

Merespon cerita OCK, Sugeng menuturkan dirinya saat itu menjelaskan bahwa pada prinsipnya putusan majelis kehormatan tidak dapat dipersoalkan melalui jalur lain selain jalur kode etik. Dengan kata lain, jika ada pihak yang keberatas atas putusan majelis kehormatan daerah, maka dapat mengajukan banding ke majelis kehormatan pusat. “Begitu mekanisme yang berlaku,” tegasnya.

Pasal 1, Keputusan DKP PERADI No. 1 Tahun 2007

1. Dewan Kehormatan adalah organ PERADI yang berfungsi dan bertugas memeriksa, mengadili dan memutus perkara pelanggaran kode etik yang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya memiliki indepedensi.

2. Dewan Kehormatan PERADI terdiri dari Dewan Kehormatan Daerah dan Dewan Kehormatan Pusat.

3. Dewan Kehormatan Daerah memiliki fungsi dan tugas memeriksa, mengadili dan memutus perkara pelanggaran kode etik dalam tingkat pertama yang dibentuk di daerah-daerah, yang disesuaikan dengan struktur Dewan Pimpinan Daerah PERADI.

4. Dewan Kehormatan Pusat memiliki fungsi dan tugas memeriksa, mengadili dan memutus perkara pelanggaran kode etik dalam tingkat banding dan terakhir.


Ditambahkan Sugeng, DKD adalah organ pada organisasi advokat yang dilindungi oleh UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dia menyebut Pasal 26 ayat (5) yang berbunyi Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat”.

“Kami akan coba bahas masalah ini dalam rapat Dewan Kehormatan, ada kemungkinan kami juga akan meminta pendapat ahli,” kata Sugeng.

Soal banding, Afrian menjelaskan pihaknya tidak menempuh upaya hukum itu karena yang dipersoalkan memang bukan putusan majelis kehormatan. “Yang kami persoalkan, kenapa susunan majelisnya sama (perkara pengaduan Elza Syarief dan pengacara Yogyakarta, red), sedangkan putusannya kan menolak pengaduan pengadu,” ujarnya.  

Tags: