Ahmadiyah Andalkan Bantuan Hukum Eksternal
Edsus Lebaran 2012:

Ahmadiyah Andalkan Bantuan Hukum Eksternal

Komite hukum yang ada di Ahmadiyah hanya menampung kasus-kasus yang dialami jemaat, untuk kemudian diteruskan kepada lawyer dan lembaga bantuan hukum dalam penyelesaiannya.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Mubarik Ahmad Humas Ahmadiyah Jakarta Pusat. Foto: Sgp
Mubarik Ahmad Humas Ahmadiyah Jakarta Pusat. Foto: Sgp

Masalah agama dan kepercayaan memang menjadi isu sensitif di semua negara, termasuk Indonesia. Namun, sangat disayangkan jika penyelesaian perbedaan pandangan soal agama harus dilakukan dengan tindakan kekerasan. Bukan menyelesaikan masalah, penyelesaian dengan cara ini justru melahirkan persoalan baru. Hal inilah yang dirasakan organisasi Ahmadiyah yang merindukan kesamaan di mata hukum.     

Ahmadiyah merupakan sebuah pergerakan agama Islam yang didirikan Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908). Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Kelompok kedua ialah Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore (atau Ahmadiyah Lahore).

“Kita terdaftar di akta notaris sejak 1953 di departemen kehakiman dan selalu diperbaharui di departemen dalam negeri,” kata Humas Ahmadiyah Jakarta Pusat, Mubarik Ahmad.

Mubarik memperkirakan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia kini berjumlah 500 ribu orang. Dari jumlah itu, paling banyak menetap di Jawa Barat. Oleh karena itu, kasus pelanggaran hukum dan HAM terhadap Jemaat Ahmadiyah paling banyak terjadi di Jawa Barat.

Sekadar pengetahuan, perkembangan Ahmadiyah di Tanah Air diwarnai hambatan dan tantangan. Pasalnya, sebagian besar ulama menilai ajaran yang terdapat di organisasi ini melenceng dari ajaran Islam di Indonesia. Seperti negara-negara Islam lainnya yang ingin menghancurkan Ahmadiyah melalui Rabithah Alam al Islami, para ulama di Indonesia menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, sebagaimana Majelis Nasional Pakistan melakukan hal yang sama.

Sejak saat itu, Jemaat Ahmadiyah Indonesia menghadapi berbagai hambatan dalam perkembangannya, baik dalam bidang tabligh maupun dalam bidang tarbiyat. Tahun 1974, MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Oleh kaum Ahmadiyah halangan dan rintangan tersebut dimaknai sebagai penggenapan nubuwatan Nabi Muhammad bahwa para pengikut Imam Mahdi - pengikut sejati Rasulullah di akhir zaman - akan menghadapi keadaan yang sama dengan para sahabat Rasulullah.

Pada tahun 1980-an, banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa. Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyatakan Ahmadiyah sebagai non-Islam. Banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Selanjutnya MUI menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.

Halaman Selanjutnya:
Tags: