UU Pengelolaan Zakat Dinilai Rugikan LAZ
Berita

UU Pengelolaan Zakat Dinilai Rugikan LAZ

Sebagian besar LAZ berbentuk yayasan. UU menghendaki dalam bentuk ormas.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Majelis MK gelar sidang perdana permohonan pengujian pasal UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Foto: Sgp
Majelis MK gelar sidang perdana permohonan pengujian pasal UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Foto: Sgp

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana permohonan pengujian sejumlah pasal UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang dimohonkan sejumlah lembaga amil zakat, muzakki (pemberi zakat), dan mustahik (penerima zakat) yang tergabung dalam  Koalisi Masyarakat Zakat Indonesia (Komaz).

Para pemohon antara lain Yayasan Dompet Dhuafa, Yayasan Dana Sosial Al-Falah Malang, Yayasan Yatim Mandiri, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, Yayasan Portal Infaq, Fadlulah (muzakki), Asep Supriyatna (mustahik).  Spesifik, mereka memohon pengujian Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 38, Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat. Para pemohon menilai UU Zakat berpotensi mematikan lembaga amil zakat (LAZ) masyarakat baik di tingkat nasional maupun daerah.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, kuasa hukum pemohon, Heru Susetyo, menjelaskan alasan-alasan permohonan. Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 menyebutkan hanya Baznas yang berhak mengelola zakat di Indonesia. Aturan inilah yang dikritik para pemohon karena berarti ada sentralisasi, dalam arti pengelolaan zakat berada di tangan pemerintah. “Ini menghambat peran LAZ yang selama ini telah memberdayakan masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan. LAZ sifatnya hanya membantu Baznas,” tutur Heru.

Pasal 38 jo Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat juga telah mengatur kriminalisasi terhadap amil zakat yang tidak memiliki izin pejabat yang berrwenang walaupun mendapat kepercayaan dari masyarakat. “Pemohon X s.d. XIV dan para amil zakat yang tidak punya izin sangat dirugikan hak konstitusionalnya, ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” katanya.

Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 UU Pengelolaan Zakat secara eksplisit mensubordinasikan kedudukan lembaga amil zakat bentukan masyararakat sipil dengan persyaratan tertentu. “Ini melahirkan ketidakpastian hukum bagi LAZ atau calon LAZ yang akan mengajukan izin menteri,” bebernya.   

Selain itu, Pasal 18 ayat (2) dinilai bersifat diskriminatif dan dapat mematikan lebih dari 200 LAZ yang telah ada saat ini. Sebab, hampir semua LAZ berbentuk badan hukum yayasan. Sementara pasal itu mengharuskan LAZ terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas). Selain Ormas harus menyesuaikan diri selama lima tahun ke depan.      

“Padahal bentuk hukum ormas sendiri pun hingga hari ini masih misterius, karena RUU-nya sedang dibahas di DPR. Bagaimana mungkin memerintahkan kepada sesuatu yang belum jelas model dan bentuk kelembagaannya. UU No. 8 Tahun 1985 yang disebut sebagai Ormas adalah entitas yang berbasis keanggotaan, sedangkan yayasan tidak memiliki anggota,” ungkap Heru.

Menurutnya, berlakunya UU Pengelolaan Zakat itu tidak hanya merugikan para pemohon, tetapi juga seluruh warga negara Indonesia yang selama ini telah banyak terbantu dengan berbagai program yang dilaksanakan LAZ. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28H UUD 1945.

“Kami minta MK membatalkan pasal-pasal itu karena bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (2), (3), Pasal 28H UUD 1945,” pintanya.  

Tags: