Kabareskrim: Diskresi Polisi Harus Dibatasi
Berita

Kabareskrim: Diskresi Polisi Harus Dibatasi

Penahanan seseorang tidak termasuk lingkup diskresi karena tidak berkaitan dengan kepentingan umum.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Kabareskrim Sutarman (kedua kanan) dalam seminar yang digelar Kompolnas. Foto: Sgp
Kabareskrim Sutarman (kedua kanan) dalam seminar yang digelar Kompolnas. Foto: Sgp

Anda pernah melihat kejadian ‘aneh’ di jalan raya dimana polisi memperkenankan jenis kendaraan motor tertentu melawan arus karena jalur yang semestinya dalam keadaan macet? Kalau pernah, anda pasti bertanya-tanya apakah tindakan si anggota polisi itu melanggar hukum atau tidak? Jawabannya jelas melanggar hukum, tetapi bukan berarti tindakan itu salah.

Apa yang dilakukan polisi dalam contoh kasus di atas disebut diskresi. Kabareskrim Sutarman mengatakan aturan yang memperkenankan anggota Polri mengambil diskresi diatur dalam Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 18 ayat (1) memang tidak definitif menyebut istilah “diskresi”, tetapi “bertindak menurut penilaiannya sendiri”.

Selanjutnya, ayat (2) menegaskan syarat pelaksanaan diskresi, yaitu “dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Dari pasal tersebut, Sutarman menyimpulkan bahwa diskresi bukan merupakan kewenangan, tetapi tindak kepolisian yang harus dipertanggungjawabkan berdasarkan hukum dan norma yang berlaku.

“Diskresi kepolisian sangat rentan penyimpangan dan penyalahgunaan sehingga perlu diberikan batasan dan pengawasan,” papar Sutarman dalam sebuah acara seminar yang diselenggarakan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Rabu (19/9).

Untuk mengurangi potensi penyimpangan, Sutarman mengatakan lingkup diskresi harus diberikan batasan yang tegas. Menurut dia, batasan itu adalah diskresi harus dilakukan hanya atas dasar pertimbangan kepentingan umum. Makanya, Sutarman menilai tindakan terkait penahanan seseorang tidak bisa dikategorikan sebagai suatu diskresi.

“Karena itu tidak terkait dengan kepentingan umum, tetapi kepentingan seseorang, dalam hal ini tahanan,” ujar Sutarman.

Dia menegaskan satu aspek paling penting dalam pengambilan diskresi adalah pertanggungjawaban. Dikatakan Sutarman, pertanggungjawaban dimaksud meliputi pertanggungjawaban hukum, etik, dan disiplin.

Dalam acara yang sama, Koordinator Kontras Harris Azhar mengatakan diskresi yang dilakukan anggota Polri di lapangan muncul karena terjadi kekosongan hukum. Di samping itu, masyarakat terus berkembang mendahului aturan sehingga pada akhirnya anggota Polri mengambil diskresi untuk mengatasi situasi tersebut.

“Jadi, diskresi itu diambil karena adanya kekosongan hukum, bukan untuk mengganti hukum,” Harris menegaskan.    

Dalam beberapa hal, kata Harris, perangkat aturan internal Polri sebenarnya sudah sangat lengkap. Makanya, Harris menilai terkadang diskresi yang diambil anggota Polri di lapangan terjadi bukan karena tidak ada aturannya, tetapi ketidakpahaman hukum. Sebagai contoh, Harris menceritakan pengalaman Kontras ketika melakukan advokasi. Kala itu, pihak Kontras dilarang bertemu klien yang diadvokasi, tanpa alasan yang jelas.

“Makanya, faktor pimpinan sangat penting untuk memberikan pengarahan kepada petugas di lapangan agar tidak menyalahgunakan diskresi,” ujar Harris. Peran pimpinan juga diperlukan dalam konteks pengawasan terhadap pelaksanaan diskresi.

Hakim Agung Gayus Lumbuun mengaitkan diskresi di Kepolisian dengan tiga asas hukum yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Menurut Gayus, anggota Polri di lapangan seringkali berada di posisi dilematis antara menegakkan asas kepastian hukum, kemanfaatan atau keadilan. Solusi atas situasi dilematis ini adalah diskresi.

Berbeda dengan Kabareskrim, Gayus berpendapat diskresi tidak melulu hanya dilakukan demi kepentingan umum. Dalam kondisi tertentu, diskresi juga bisa untuk kepentingan individu. Namun, Gayus menegaskan bahwa diskresi harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Tags: