Apoteker Dihukum, Asosiasi Mengadukan Hakim
Berita

Apoteker Dihukum, Asosiasi Mengadukan Hakim

Komisi Yudisial tidak berwenang ubah putusan. Hanya kaji dugaan pelanggaran kode etik.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
M. Dani Pratomo (kanan) Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) saat konperensi pers di KY. Foto: Sgp
M. Dani Pratomo (kanan) Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) saat konperensi pers di KY. Foto: Sgp

Niat hati mengamankan obat-obatan mengandung zat narkotika agar tidak jatuh ke orang yang kurang tepat, Yuli Setyarini harus duduk di kursi pesakitan. Perempuan berprofesi sebagai apoteker ini dituduh menggelapkan barang-barang pemilik sarana apotik hanya karena Yuli mengamankan obat-obatan narkotika itu ke Dinas Kesehatan.

Majelis hakim PN Kota Semarang menjatuhkan hukuman empat bulan kurungan kepada perempuan kelahiran 8 Juli 1981 itu. Menurut majelis hakim dipimpin Cipto S. Basuki, Yuli terbukti melanggar pasal 374 KUHP sebagaimana dakwaan jaksa.

Bambang Jayasupeno, pengacara Yuli, memastikan kliennya mengajukan banding atas putusan itu. “Kami banding,” ujarnya kepada hukumonline.

Selain upaya hukum banding, pengacara mengadukan nasib kliennya ke Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Bersama pengacara pula, Pengurus Pusat IAI melaporkan majelis hakim PN Kota Semarang yang memutus perkara Yuli ke Komisi Yudisial, Rabu (26/9). Dua hakim lain yang ikut memutus perkara ini, kata Bambang, adalah Rama J Purba dan Gading Muda Siregar.

M. Dani Pratomo, Ketua Umum IAI, mengatakan kasus Yuli sangat menohok profesi apoteker. Sebab, apoteker adalah penanggung jawab tunggal atas peredaran obat-obatan. Dengan kata lain, tanggung jawab atas peredaran obat di apotik atau di masyarakat adalah apoteker. Jika obat-obat yang mengandung narkotika jatuh ke tangan pihak yang salah, apoteker yang dipersalahkan. “Ada resiko hukum yang harus ditanggung apoteker jika obat-obatan mengandung narkotika tak diamankan.

Dalam pernyataan resminya, IAI menilai kasus Yuli sebagai bencana bagi dunia apoteker. Tindakan penitipan obat berbahaya ke Dinas Kesehatan adalah tindakan kefarmasian yang harus dijalankan apoteker sesuai undang-undang. Jika tindakan semacam itu dikriminalisasi, berarti tidak ada perlindungan hukum bagi apoteker menjalankan praktik kefarmasian.

Pengaduan ke Komisi Yudisial, jelas Bambang Joyosupeno, karena ia menduga ada kejanggalan dalam proses persidangan. Salah satunya, bukti-bukti yang diajukan pengacara Yuli, termasuk keterangan tiga orang ahli, kurang dipertimbangkan majelis hakim. “Hanya sedikit keterangan pihak terlapor yang diambil,” tukasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: