Tak Pernah Terselesaikan, Pelanggaran HAM Terus Berulang
Berita

Tak Pernah Terselesaikan, Pelanggaran HAM Terus Berulang

Karena pemerintah akan kesulitan mengevaluasi pelanggaran HAM masa lalu.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit
Pelanggaran HAM terus berulang, tak pernah terselesaikan. Foto: Sgp
Pelanggaran HAM terus berulang, tak pernah terselesaikan. Foto: Sgp

Sudah empat belas tahun sejak reformasi bergulir di tahun 1998, namun proses penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dinilai tak mengalami kemajuan signifikan. Menurut peneliti Elsam, Zainal Abidin, hal itu bisa dilihat dari mandeknya upaya pemulihan hak dasar dari para korban walau sempat digelar pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM di Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984.

Dari sekian banyak lembaga negara yang mestinya bertanggungjawab atas perwujudan pemulihan itu, Zainal hanya melihat Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang cukup aktif berkontribusi atas proses pemulihan hak korban.

Alih-alih membenahi kemandekan yang terjadi, Zainal merasa dalam kurun waktu lima tahun terakhir malah muncul kebijakan pemerintah yang cenderung mengarah represif. Misalnya, diterbitkannya UU Intelijen, pembahasan RUU Kamnas yang diajukan pemerintah dan lainnya. Menurutnya, berbagai produk perundang-undangan itu harusnya tidak diterbitkan, karena berpotensi kuat mengembalikan kondisi kekuasaan yang represif seperti masa kepemimpinan Soeharto.

Bagi Zainal, masih banyak peraturan lain yang dapat diterbitkan pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Seperti meratifikasi Statuta Roma, konvensi anti penghilangan paksa dan lainnya.

Lemahnya perspektif HAM menurut Zainal juga dapat dilihat di bidang reformasi sektor keamanan. Walau dalam produk perundang-undangan yang ada terkait keamanan sudah termaktub perspektif HAM, seperti UU Polri dan UU TNI, namun dalam praktik tindak pelanggaran HAM seperti yang dilakukan pada masa lalu kerap terjadi misalnya, penyiksaan.

Berulangnya tindakan pelanggaran HAM serupa menurut Zainal salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan pemerintah dalam mengungkapkan kebenaran atas kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Pasalnya pemerintah kesulitan mengevaluasi berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu agar tak terulang di masa depan. Misalnya, ketika kasus peristiwa pelanggaran HAM berat dalam tragedi kemanusiaan 1965–1966 tidak dituntaskan, maka tindak kekerasan serupa akan terjadi lagi.

Dari pantauannya, Zainal menyebut indikasi yang terjadi saat ini mengulang kembali tindak kekerasan tersebut. Misalnya, ketika ada satu kelompok masyarakat yang berideologi tertentu, merasa legal untuk melakukan penyerangan terhadap kelompok lain yang ideologinya berbeda atau berseberangan. “Itu karena tidak diselesaikannya kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” kata dia dalam diskusi di Jakarta, Selasa (9/10).

Halaman Selanjutnya:
Tags: