Pekerjaan Rumah Setelah Pidato SBY
Fokus

Pekerjaan Rumah Setelah Pidato SBY

Substansi pidato Presiden diapresiasi. Bermakna jika diikuti para pihak. Masih ada pertanyaan yang muncul di lapangan.

Oleh:
Mys/Rfq
Bacaan 2 Menit
Pekerjaan Rumah Setelah Pidato SBY
Hukumonline

Membaca keresahan publik, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya memutuskan turun tangan dengan ‘sangat berhati-hati’ menengahi konflik Polri dan KPK. Presiden menyampaikan pidato yang ditunggu-tunggu, sekitar 40 menit, pada Senin (08/10) malam. Pidato Presiden SBY mendapat tanggapan positif dari banyak kalangan, mulai dari anggota DPR hingga para aktivis yang selama ini aktif mendorong pemberantasan korupsi.

“SBY akhirnya memimpin,” tulis Teten Masduki, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), dalam kolomnya. Substansi pidato Presiden, tulis Teten, cukup menjawab persoalan yang dikeluhkan masyarakat.

Ketua KPK Abraham Samad mengapriasi isi pidato Presiden. Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menilai penegasan-penegasan Presiden dalam pidatonya sudah tepat. Apresiasi senada datang dari banyak tokoh nasional. Sebagian besar menyambut positif solusi yang ditawarkan Presiden sehubungan dengan konflik Polri dan KPK.

Ada lima poin penting yang disampaikan Presiden. Pertama, perkara dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo ditangani KPK, sedangkan Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung. Kedua, keinginan polisi melakukan hukum terhadap Komisaris (Pol) Novel Baswedan tidak tepat dari segi waktu dan cara. Ketiga, pemerintah akan membuat aturan baru tentang penempatan penyidik Polri di KPK. Keempat, revisi UU yang memperlemah KPK tidak tepat. Kelima, Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung diharapkan memperbarui nota kesepahaman yang pernah dibuat.

Beberapa hari setelah pidato Presiden SBY, kelompok masyarakat masih mendatangi dan memberi dukungan ke KPK. Di beberapa daerah, markas polisi didemo, sekaligus mengusung tema penguatan dan penyelamatan KPK. Peserta demo bukan hanya masyarakat kecil yang selama ini menjadi korban akibat perbuatan korupsi, tetapi juga seniman dan kalangan kampus.

Sebelum Presiden SBY berpidato, nuansa upaya mengerdilkan KPK dibaca oleh publik. Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD, menyebut upaya itu dapat dirasakan masyarakat meski tak ada satu elemen yang secara jantan mengakui ingin membuat KPK lemah. Anggota DPR yang awalnya getol memperjuangkan revisi UU KPK pun ‘membersihkan diri’ seolah-olah ingin mendukung penguatan KPK.

Kondisi itu pula yang melahirkan kerisauan kalangan kampus hukum di Indonesia. Beberapa kampus akhirnya membentuk Forum Komunikasi Alumni Fakultas Hukum se-Indonesia (Fokal-FH). Kelompok lain juga menyuarakan agar KPK dan Polri sama-sama berjuang memberantas korupsi. Korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi.

Tags: