UU Zakat Butuh Penegak Hukum yang Bijak
Berita

UU Zakat Butuh Penegak Hukum yang Bijak

Seharusnya ada kesetaraan antara lembaga pengelola zakat pemerintah dan swasta.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Petugas Baznas di gedung DPR. Foto: Sgp
Petugas Baznas di gedung DPR. Foto: Sgp

Para pengelola lembaga amil zakat swasta terancam kriminalisasi jika memungut zakat tanpa izin dari pemerintah. UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menganut konsep pungutan dari masyarakat harus pakai izin. Pasal 41 mengancam siapapun yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar pasal 38 dipidana dengan kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak 50 juta rupiah.

Pasal 38 yang dirujuk ketentuan di atas mengatur larangan bagi siapapun yang dengan sengaja mengumpulkan, mendistribusikan, atau mendayagunakan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

Ancaman itulah yang membuat khawatir sembilan lembaga amil zakat (LAZ) non-pemerintah dan 11 perseorangan warga negara. Banyak lembaga amil zakat yang sudah menjalankan tugas agama itu kini terancam kriminalisasi hanya karena tak punya izin. Itu sebabnya mereka mengajukan permohonan judicial review terhadap pasal 41 dan pasal 38, disamping pasal 5-7, dan pasal 17-19 UU Pengelolaan Zakat. Intinya, LAZ merasa dirugikan akibat berlakunya beberapa pasal UU Pengelolaan Zakat.

Namun menurut Mudzakkir, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kekhawatiran para pemohon itu terlalu berlebihan. Membaca pasal 41 tak bisa dilepaskan konteksnya dengan pasal lain dalam UU Pengelolaan Zakat. Terutama pasal 38, 18, dan ancaman pidana lain. “Pasal 41 harus dihubungkan dengan pasal lain. Kalu tidak, akan menjadi parsial,” ujarnya dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi, Rabu (17/10).

Mudzakkir hadir sebagai ahli yang diajukan Pemeritah. Menurut pakar pidana ini, persyaratan izin justru untuk menetralisir kekhawatiran terhadap ancaman kriminalisasi. Tak mudah membuktikan unsur kesengajaan dan sifat melawan hukum dalam pasal dimaksud. Sifat melawan hukum bisa berupa pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, kepatutan atau perbuatan yang tidak dikehendaki masyarakat.

Lagipula, kata Mudzakkir, pidana adalah adalah ultimum remedium (upaya terakhir), yang baru diterapkan setelah mekanisme administrasi ditempuh. Dengan kata lain kekhawatiran para pemohon tidak akan terjadi jika aparat pemerintah mengedepankan mekanisme administratif, terutama aturan tentang perizinan. Namun, ia tak menampik kemungkinan penyimpangan. Sehingga, kata dia, dibutuhkan aparat penegak hukum yang bijak untuk menegakkan UU Pengelolaan Zakat.

Pada sidang yang sama, Yusuf Wibisono mengatakan LAZ dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) diperlakukan sama, karena yang paling penting keduanya sama-sama bertujuan memanfaatkan zakat untuk membantu orang yangberhak. Para pemohon menginginkan agar ada kesetaraan perlakan antara LAZ dan Baznas.

Tags: