Yudi Kristiana:
Betah di KPK Karena ‘Trauma’ Intervensi
Profil

Yudi Kristiana:
Betah di KPK Karena ‘Trauma’ Intervensi

Mengaku tetap mencintai Kejaksaan.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Yudi Kristiana merasa betah di KPK. Foto: Sgp
Yudi Kristiana merasa betah di KPK. Foto: Sgp

Sosoknya sederhana, bersahaja dan cerdas. Dia adalah Yudi Kristiana, salah satu jaksa yang bertugas di KPK. Pria kalem berusia 41 tahun ini terlihat senang bertugas di KPK. Selain karena semangat pemberantasan korupsinya begitu ‘menyala’, Yudi menganggap cara kerja di KPK yang jauh dari intervensi membuatnya ‘kerasan’ sejak pertama kali ditempatkan di lembaga anti rasuah itu pada bulan September 2011.

Kata intervensi memang begitu membekas di ingatan Yudi. Ia mengaku pernah memiliki pengalaman buruk terkait intervensi. Kala itu, Yudi bahkan harus rela 'dibuang' ke pelosok Sulawesi. Namun begitu, Yudi meyakini semua pengalaman itulah yang menjadikan dirinya menjadi individu yang tangguh.

Sebelum dibuang ke Sulawesi, Yudi adalah seorang jaksa di Semarang. Kala itu, Yudi sudah tertarik dengan kasus-kasus tindak pidana korupsi. Salah satu kasus yang pernah dia tangani adalah kasus dugaan korupsi terkait seorang pejabat negara yang memiliki pengaruh di jantung kota provinsi Jawa Tengah itu.

Namun, semangat Yudi berbenturan dengan kebijakan atasannya kala itu. Di satu sisi, Yudi yakin pejabat negara itu bisa diseret ke meja hijau. Tapi di sisi lain, atasannya di Korps Adhyaksa melarangnya untuk menyeret pejabat tersebut. Akibatnya,Yudi ‘dibuang’ ke pedalaman Sulawesi Tengah. Tepatnya, di Kecamatan Pagimana, Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Meski siap ditugaskan dimana saja, Yudi sebenarnya agak berat hati meninggalkan Semarang. Karena, saat itu, Yudi juga dalam proses menyelesaikan studi doktor ilmu hukum (S3) di Universitas Diponegoro. Namun, tugas tetap tugas, Yudi pun berangkat menyeberangi pulau menuju pos penempatan yang baru.

Faktor jarak Semarang-Pagimana yang jauh tidak menyurutkan hasrat Yudi merampungkan studi. Sesekali, dia pulang ke Semarang untuk mengumpulkan bahan-bahan disertasi, dan berkonsultasi dengan pembimbing disertasi, (alm) Prof.Satjipto Rahardjo. Yudi mengaku meneledani pemikiran Satjipto yang terkenal dengan aliran hukum progresif.

“Saya tidak bisa hilang dari pendekatan kebenaran hati nurani selain dari pendekatan kebenaran keilmuan. Kalau dua-duanya sejalan, dan saya yakini saya akan bertindak, meskipun itu bertentangan dengan atasan, itu saya tetap berpegang teguh,” tutur Yudi kepada hukumonline, akhir Oktober 2012 lalu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: