UU Penodaan Agama Tak Kekang Kebebasan Beragama
Berita

UU Penodaan Agama Tak Kekang Kebebasan Beragama

Pernah diuji sebelumnya, pemerintah menilai permohonan ini nebis in idem.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
UU penodaan agama tak kekang kebebasan beragama. Foto: ilustrasi (Sgp)
UU penodaan agama tak kekang kebebasan beragama. Foto: ilustrasi (Sgp)

Pemerintah menganggap surat peringatan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri sebagai syarat penggunaan Pasal 156a KUHP sepenuhnya kewenangan hakim. Sehingga, dalam putusan Pengadilan bisa saja terdapat perbedaan dalam pertimbangan hukumnya.

“Ini wujud pertimbangan hakim yang merupakan penerapan norma, bukan persoalan konstitusional,” kata Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Abdul Djamil saat memberi keterangan dalam pengujian UU Pencegahan Penodaan Agama di Gedung MK, Selasa (18/12).   

Permohonan ini diajukan Tajul Muluk (terpidana penistaan agama), Hassan Alaydrus, Ahmad Hidayat, dan Umat Shahab. Mereka mengajukan uji materi Pasal 156a KUHP jo Pasal 4 UU No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Para pemohon meminta MK memberikan tafsir penerapan Pasal 156a KUHP harus didahului dengan SKB 3 menteri (menteri agama, menteri dalam negeri, jaksa agung). Menurut pemohon, untuk mempidanakan seseorang atas tuduhan penodaan agama harus didahului peringatan keras dari pemerintah lewat SKB tiga menteri.

Pemerintah menganggap tidak ada persoalan perlakuan diskriminatif dalam penyelesaian perkara kasus penodaan agama. Bagi pemerintah, penggunaan SKB 3 Menteri merupakan wujud dari pertimbangan hakim dalam memberikan keadilan sesuai dengan karakteristik masing-masing kasus.

Menurut pemerintah Pasal 4 UU Pencegahan Penodaan Agama jo Pasal 156a KUHP tidak multitafsir. Akan tetapi, justru memiliki tolak ukur/parameter yang jelas dan pasti. Dia contohkan unsur frasa “di muka umum” dalam Pasal 4 UU Pencegahan Penodaan Agama dan Pasal 156a KUHP sudah mengacu KUHP. “Unsur ‘di muka umum’ dalam pasal itu jelas dan tidak multitafsir,” dalihnya.

Dia tegaskan Pasal 156a UU KUHP dimaksudkan untuk memberikan jaminan ketentraman dan keharmonisan kehidupan umat beragama, bukan untuk mengekang kebebasan beragama.  Sehingga, jika permohonan ini dikabulkan Mahkamah seperti yang diminta Tajul Muluk dkk, Abdul khawatir justru akan menimbulkan kekacauan hukum yang mengarah pada konflik horizontal antar umar beragama.  

Tags: