BPK, dari Magelang Hingga Menetap di Jakarta
Edsus Akhir Tahun 2012

BPK, dari Magelang Hingga Menetap di Jakarta

Saat agresi militer Belanda II sebagian besar arsip BPK hilang, sedangkan barang-barang inventaris diangkut dan dipindahkan oleh tentara Belanda.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
BPK, dari Magelang Hingga Menetap di Jakarta
Hukumonline

Magelang salah satu kota di Jawa Tengah yang sejuk. Kota ini dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit seperti Sindoro, Sumbing, Perahu, Telomoyo, Merbabu, Merapi, Andong, Menoreh, serta sebuah bukit kecil “Gunung Tidar” di jantung kota dengan ketinggian kira-kira 500 meter dari permukaan laut. Dua buah sungai, Progo dan Elo membatasi wilayah ini di sebelah barat dan timur.

Kota Magelang memiliki sejarah yang panjang baik pada masa Hindu-Budha, Kolonial, maupun revolusi fisik. Tapi siapa sangka, kota ini menjadi tempat awal berdirinya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. Bisa dikatakan BPK lahir di Magelang, di tengah revolusi fisik tepatnya pada 1 Januari 1947. Melalui SK Presiden RI tanggal 28 Desember 1946, R. Soerasno, diangkat sebagai Ketua BPK yang pertama. UUD 1945 merupakan cikal bakal pembentukan BPK.

Pertama kali berdiri, BPK menempati Gedung Algemene Nederlands Indie Elektriciteit Matschapay (Aniem) yang terletak di Jl. Tentara Pelajar 64, Cacaban, Kota Magelang, Kecamatan Magelang Tengah. Gedung ini sebelumnya difungsikan sebagai kantor perusahaan listrik umum Hindia-Belanda. Di sini, BPK hanya menempati Gedung Aniem selama tujuh bulan.

Awal Juli 1947 BPK pindah ke Eks Komplek Karesidenan Kedu, tepatnya Gedung Bea dan Cukai Magelang. Perpindahan kantor BPK dari Gedung Aniem dilakukan karena situasi negara yang genting pada saat itu. Belanda secara nyata ingin mencoba menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara.

Setelah BPK ‘mengungsi’, Gedung Aniem menjadi kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN). Gedung ini sempat beberapa kali dipugar hingga bertingkat. Tapi sekarang bekas gedung ini tidak terlihat lagi karena sejak 1959, Gedung Aniem digunakan untuk pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Pantekosta.  

Ketua BPK saat itu, R. Soerasno melalui surat rahasia tertanggal 24 Juni 1947 memberi petunjuk untuk menyelamatkan barang-barang inventaris dan surat-surat rahasia dan memindahkan kantor BPK ke Kantor Karesidenan Kedu. Surat rahasia ini dikeluarkan sebelum Belanda melakukan Agresi Militer I pada Juli 1947.

Tepat 21 Juli 1947 ketika Belanda melakukan Agresi Militer I, kantor BPK dipindahkan ke bangunan sayap sebelah kiri Gedung Kerasidenan Kedu. Pada saat itu, BPK hanya menempati dua ruangan. Sekarang, bangunan sayap kiri Gedung Kerasidenan Kedu tersebut menjadi Museum BPK.

Halaman Selanjutnya:
Tags: