Bekas Tempat Penyiksaan untuk Pembela HAM
Edsus Akhir Tahun 2012:

Bekas Tempat Penyiksaan untuk Pembela HAM

Gedung Komnas HAM Terkesan ‘angker’ di malam hari. Daya tampungnya juga sudah tak memadai.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung Komnas HAM yang terletak di Jalan Latuharhary No.4B, Menteng, Jakarta Pusat. Foto: Sgp
Gedung Komnas HAM yang terletak di Jalan Latuharhary No.4B, Menteng, Jakarta Pusat. Foto: Sgp

Sebagai lembaga negara yang menangani persoalan Hak Asasi Manusia (HAM), Komisi Nasional (Komnas) HAM tak lepas menangani kasus yang berkaitan dengan tindak kekerasan, penyiksaan, pembunuhan dan lainnya. Berbagai hal yang terdengar seram itu sejalan dengan sejarah gedung yang digunakan oleh para pembela HAM itu yang letaknya di Jalan Latuharhary No.4B, Menteng, Jakarta Pusat.

Komisioner Komnas HAM Periode 2007–2012, Joseph Ady Prasetyo, mengatakan sebelum ditempati Komnas HAM, gedung itu digunakan Lembaga Sandi Negara (LSN). Sebelumnya lagi, Stanley –demikian ia disapa- mengatakan gedung itu ditempati Komando Pasukan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Di salah satu titik di gedung Komnas HAM, dulu terdapat ruang bawah tanah. Namun sewaktu gedung Komnas HAM dipugar, ruang bawah tanah itu ditutup. Menurutnya, pada masa pemerintahan Orde Baru, di bawah Kopkamtib sekitar tahun 1965–1966, gedung tersebut digunakan sebagai tempat interogasi dan penahanan. Kemungkinan besar, tindak penyiksaan juga dilakukan di gedung yang letaknya berseberangan dengan rel kereta api jalur Manggarai – Tanah Abang itu.

Walau sejarah kelam terkait penahanan dan dugaan penyiksaan tersebut terjadi puluhan tahun lalu, namun beberapa orang masih dapat merasakan keganjilan yang kerap terjadi di gedung Komnas HAM. Stanley mengatakan, sekretaris pribadinya sering mendengar ada orang membuka tutup pintu kamar mandi yang berada di ruang kerjanya. Padahal, di ruang itu sudah tidak ada orang.

Beberapa pegawai Komnas HAM juga pernah melihat penampakan makhluk halus di gedung itu. Saking angkernya, Stanley menyebut di kala malam, pegawai keamanan Komnas HAM pun tak berani naik ke lantai dua dan tiga. “Paling hanya mengunci pintu,” kata Stanley kepada hukumonline di gedung Komnas HAM Jakarta, Selasa (13/11).

Walau belum mengalami secara langsung namun Stanley mengaku percaya bahwa peristiwa spiritual itu ada. Dari banyaknya pengalaman spritual yang dialami, Stanley menyebut ketika dirunut ulang sejarah gedung itu, ternyata ada cerita yang menyebut Gedung Komnas HAM dulunya sempat dipakai untuk tempat penyiksaan. Namun, Stanley tidak dapat memastikan apakah ada korban tewas atau tidak.

“Mungkin ada orang yang pernah mati di sini juga. Apa mayatnya ditimbun di bawah sini kita juga tidak tahu,” tambahnya.

Dalam buku berjudul Neraka Rezim Orde Baru: Misteri Tempat Penyiksaan Orde Baru karya Margiyono dan Kurniawan Tri Yunanto, disebutkan di gedung Komnas HAM dulu terdapat ruang bawah tanah seluas 4X5 meter persegi. Ketika gedung itu direnovasi, ruang bawah tanah itu dibongkar dan ditutup tanah. Dijelaskan pula dulu gedung Komnas HAM sempat digunakan untuk tangsi tentara pada tahun 1966. Selain itu sempat pula digunakan sebagai kantor Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin).

Di buku terbitan SPASI & VHRBOOK itu dijelaskan banyak suara-suara aneh yang sering terdengar dari dalam gedung itu ketika malam menjelang. Bahkan pekerja bangunan yang merenovasi gedung yang akan digunakan sebagai kantor Komnas HAM itu, sempat kesurupan.

Pasca tragedi Gerakan 30 September 1965, buku setebal 156 halaman itu mengisahkan jam malam diberlakukan. Dari pengakuan warga sekitar, ketika ada orang yang melintasi gedung itu di malam hari, pasti tidak pernah kembali pulang. Gedung itu juga pernah menjadi tempat untuk menahan orang yang dituduh terlibat G 30 S dan pendukung presiden Soekarno.

Sedangkan Kepala Investigasi dan Monitoring Komnas HAM, Sriyana, mengatakan di masa LSN, gedung itu digunakan untuk menahan tahanan politik. “Menahan orang yang dulu dianggap sebagai musuh negara,” ujarnya.

Sriyana mengisahkan, ketika Komnas HAM mau menempati gedung tersebut, LSN mulai pindah secara bertahap. Dia bertutur, gedung utama yang digunakan LSN ketika itu adalah bagian belakang gedung yang saat ini di tempati Komnas Perempuan.

Berpindah
Pada tahun 1999, Komnas HAM mulai berkantor di gedung yang dijuluki angker itu. Sebelumnya, Komnas HAM mengontrak di sebuah gedung bekas perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang berlokasi di jalan Pemuda No. 104, Rawamangun, Jakarta Timur.

Komnas HAM berkantor di Rawamangun sejak tahun 1995–1998. Sebelum menyewa gedung bekas penampungan TKI itu, Komnas HAM menumpang di kantor Dirjen Pemasyarakatan yang berlokasi di jalan Veteran No.11, Jakarta Pusat.

Di jalan Veteran, Komnas HAM menggunakan ruang kerja dan rapat Sekjen Komnas HAM ketika itu yang merangkap sebagai Dirjen Pemasyarakatan, Baharudin Lopa.

Ketika sudah menghuni gedung berlantai tiga di Jalan Latuharhary 4B itu, Sriyana mengatakan Komnas HAM melakukan renovasi secara bertahap. Walau direnovasi, Sriyana menyebut Komans HAM masih mempertahankan bangunan lama yang posisinya berada di depan lift.

Menurut Sriyana, bangunan utama yang sekarang sudah menjadi satu bagian dengan bangunan baru itu tergolong kuno sehingga layak untuk dipertahankan. Secara kepemilikan, gedung yang sekarang dipakai Komnas HAM adalah milik Sekretariat Negara. Status Komnas HAM adalah peminjam gedung. Seiring berkembangnya organisasi, gedung yang dulunya ditempati LSN sekarang digunakan untuk Komnas Perempuan. Sementara Komnas HAM menempati gedung yang berada di sisi selatan.

Butuh Gedung Baru
Belasan tahun berlalu, secara organisasi Komnas HAM kian berkembang. Oleh karenanya, jumlah pegawai di Komnas HAM pun terus bertambah agar dapat menangani pengaduan masyarakat yang masuk. Bahkan, Stanley menyebut gedung Komnas HAM sudah melebihi kapasitas dan kekurangan fasilitas pendukung. Misalnya meja kerja, Stanley menjelaskan ada pegawai Komnas HAM yang menggunakan meja kerja dan komputer secara bergantian. Begitu pula dengan ketersediaan ruang pengaduan.

Untuk menerima laporan dari masyarakat, Komnas HAM hanya punya satu ruang pengaduan, sehingga ketika ada lebih dari satu orang yang mengadu dalam waktu bersamaan, maka harus bergantian.

Ditambah lagi dengan ketiadaan ruang mediasi. Bila ada mediasi, otomatis Komnas HAM mencari ruang lain yang kosong dan sedang tidak digunakan. Misalnya, ruang rapat paripurna, disekat menjadi tiga ruangan untuk melayani mediasi. Idealnya, mediasi dilakukan dalam satu ruangan khusus yang mampu menampung para pihak yang berkasus.

Stanley mengatakan Komnas HAM sudah berkali-kali mengajukan anggaran untuk membangun gedung dan membeli peralatan kerja ke DPR, namun ditolak. Walau gedung Komnas HAM penuh sesak dan kekurangan fasilitas, bukan berarti jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk menunjang kerja-kerja Komnas HAM sudah cukup. Jika dibandingkan dengan Komnas HAM di Filipina, jelas Komnas HAM di Indonesia cukup ketinggalan dari segi fasilitas penunjang kerja.

Pasalnya, untuk menunjang kerja-kerja lima orang komisionernya, jumlah pegawai Komnas HAM Filipina mencapai 750 orang. Dengan jumlah pegawai yang menunjang, Komnas HAM di Filipina memiliki perangkat organisasi yang lengkap untuk menangani persoalan HAM. Misalnya, mempunyai divisi invstigasi. Sedangkan, di Indonesia jumlah komisioner lebih dari sepuluh, tapi pegawainya tak lebih dari 250 orang. Akibatnya, kerja-kerja Komnas HAM sering terhambat.

Menurut Sriyana, harusnya aparat negara dapat membantu Komnas HAM agar punya gedung yang baik, sesuai kebutuhan. Jika dibandingkan dengan fasilitas lembaga negara lain, misalnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM jauh ketinggalan. Padahal dari segi usia, Komnas HAM jauh lebih tua dari LPSK. Sayangnya, Komnas HAM kurang beruntung mendapat anggaran negara untuk membeli lahan ketimbang LPSK.

Di tengah kebutuhan mendesak akan gedung, Komnas HAM harus mengalami pemotongan anggaran. Mengacu hal itu, Sriyana berpendapat sampai saat ini aparatur negara belum serius mengurusi HAM, masih setengah hati. “Nambah pegawai susah, nambah fasilitas susah. Itulah realita yang kita hadapi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait