DPR Usul Bentuk Reasuransi Melalui Mekanisme PMN
Berita

DPR Usul Bentuk Reasuransi Melalui Mekanisme PMN

Untuk menyelamatkan dana asuransi yang ada di luar negeri.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis. Foto: Sgp
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis. Foto: Sgp

Tak bisa dipungkiri, keberadaan perusahaan reasuransi di Indonesia dikuasai oleh asing. Hal ini menyebabkan dana-dana yang terhimpun melalui pembayaran premi asuransi dalam negeri berada di luar negeri. Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis berharap premi asuransi masyarakat yang berada di perusahaan reasuransi milik asing bisa kembali diambil melalui pembentukan perusahaan reasuransi dalam negeri bermodal besar dan berbentuk BUMN.

"Bentuk saja perusahaan reasuransi BUMN yang besar. Kita bisa ambil lagi premi-premi asuransi yang sekarang lari ke luar negeri," kata Harry saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komplek DPR, Jakarta, Senin (18/2).

Pembentukan perusahaan reasuransi besar ini, lanjutnya, bisa melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN). Selain itu, Harry mengusulkan agar pemerintah bisa mengajukan anggaran yang diperlukan untuk membentuk sebuah perusahaan reasuransi bermodal besar.

Menurut Harry, upaya ini dapat menyelamatkan dana asuransi yang ada di luar negeri. Meski tak mungkin dapat menarik seluruhnya, Harry mengatakan, paling tidak separuh dana tersebut dapat ditarik ke dalam negeri. Jika memungkinkan, ia juga mengusulkan merger terhadap perusahaan reasuransi kecil yang ada di dalam negeri saat ini.

Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani menyetujui usul yang diajukan oleh Harry. Apalagi, lanjutnya, sepanjang 2011 premi asuransi umum mencapai Rp33 triliun dan akan lebih menguntungkan jika dikelola di dalam negeri.

"Sebesar Rp11 triliun direasuransikan ke luar negeri, sehingga kita mengalami defisit mencapai Rp6,5 triliun," katanya.

Paling tidak, lanjut Firdaus, pembentukan perusahaan reasuransi yang besar harus bermodal Rp5 triliun. Dengan demikian, perusahaan reasuransi memiliki kapasitas yang besar sehingga perusahaan asuransi tak harus mereasuransikan premi kepada pemilik asing.

Lebih lanjut, Firdaus mengatakan hingga saat ini Indonesia hanya memiliki empat perusahaan reasuransi yang seluruhnya bermodal kecil. Maka, upaya membentuk perusahaan asuransi menjadi diperlukan untuk mengurangi defisit atau mengurangi keluarnya devisa.

"Sekaligus bisa menambah penerimaan negara dari pajak," imbuhnya.

Selain itu, selama ini UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak memberikan larangan kepada perusahaan asuransi dalam negeri untuk mereasuransikan kepada perusahaan asing. Firdaus juga memberikan usulan kepada Dewan agar setiap perusahaan asuransi harus menitipkan premi kepada perusahaan reasuransi dalam negeri terlebih dahulu. Jika perusahaan reasuransi dalam negeri sudah tak memiliki kapasitas untuk menampung premi, maka diberikan ruang untuk melirik perusahaan reasuransi asing.


"Kalau bisa ini juga diatur didalam RUU Usaha Perasuransian karena tidak jarang perusahaan asuransi itu malas menitipkan premi ke perusahaan reasuransi dalam negeri," ujarnya.

Lebih lanjut Firdaus mengatakan, selama ini UU Usaha Perasuransian hanya menetapkan modal awal sebesar Rp100 miliar untuk perusahaan asuransi sementara Rp200 miliar untuk perusahaan reasuransi. Meskipun perusahaan asuransi bermodal kecil, lanjut Firdaus, namun pihaknya berharap agar perusahaan asuransi dalam negeri bisa memaksimalkan kapasitas daya tampung, sehingga tidak mereasuransikan premi ke luar negeri.

"Perusahaan asuransi diwajibkan untuk memaksimalkan penyebaran risiko ke dalam negeri," imbuhnya.

Namun hal tersebut boleh tak dilakukan kepada asuransi yang bersifat kompleks seperti satelit oil and gas atau pun aviation. 

Tags: