Menggugat Subjektivitas Penahanan
Kolom

Menggugat Subjektivitas Penahanan

Tak dapat dipungkiri, KUHAP kita sekarang sudah terlalu usang untuk mengakomodir perkembangan jaman, sehingga perlu dilakukan tambal sulam untuk memperbaikinya sana sini.

Bacaan 2 Menit
Menggugat Subjektivitas Penahanan
Hukumonline

Masalah penahanan adalah hal yang paling menarik untuk dibahas dalam sebuah diskusi, baik dalam ranah formil maupun sekedar obrolan ringan di warung kopi. Taruhlah sebuah wacana kritis di dalam benak anda tentang pertanyaan spontan seorang ibu yang kebetulan di warungnya saya sering duduk sambil menyeruput secangkir kopi. "Pak, kok itu pencuri sendal doang sampe ditahan, tapi si anak menteri yang nabrakin orang ampe mati gak ditahan-tahan?"

Ya. Memang logika berpikir masyarakat kita sekarang seakan disuguhi dengan pemandangan nyata akan vulgarnya ketimpangan penegakan hukum yang dijalankan oleh institusi-institusi berlabel "penegak hukum". Pertanyaan sang ibu penjaga warung tersebut mungkin sama dengan pertanyaan banyak orang yang masih terheran-heran akan peristiwa yang terjadi belakangan ini, apa bedanya seorang sopir angkot dengan anak pejabat di mata hukum?

Kenapa dua orang yang diduga melakukan perbuatan pidana, anggaplah perbuatan yang sama dan dikenai pasal yang sama, yang satu bisa ditahan yang satu lagi bisa tidak ditahan? Jawabannya cuma satu, karena “alasan subjektivitas”.

Syarat Penahanan dalam KUHAP
Penahanan seseorang pada dasarnya adalah upaya terakhir yang dapat ditempuh oleh tiga institusi penegak hukum yakni Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Advokat sendiri walaupun berlabel "penegak hukum" berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tidak memiliki wewenang penangkapan dan penahanan sebagaimana penegak hukum lainnya.

Proses penahanan pada hakikatnya merupakan tindakan pengekangan kebebasan dan kemerdekaan seseorang yang berkaitan erat dengan HAM. Oleh karena itu, upaya penahanan harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah dikunci oleh hukum acara itu sendiri. Dalam hukum acara pidana misalnya, terdapat syarat objektif dan syarat subjektif yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan penahanan.

Tidak terhadap semua pelaku dugaan tindak pidana dapat dilakukan penahanan, hanya terbatas pada perbuatan yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tindak pidana tertentu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP yang dapat dilakukan penahanan. Syarat ini disebut sebagai syarat objektif penahanan.

Jika syarat objektif ini memiliki tolak ukur yang jelas, yakni hanya pada pidana yang ancamannya lima tahun ke atas atau pidana tertentu yang telah diatur, lain halnya dengan syarat subjektif penahanan yang diatur pasal 21 ayat (1) KUHAP.

Halaman Selanjutnya:
Tags: