Silang Pendapat tentang Regulasi Waralaba Makanan dan Minuman
Berita

Silang Pendapat tentang Regulasi Waralaba Makanan dan Minuman

Jumlah 250 gerai dikhawatirkan memudahkan pewaralaba asing masuk.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Silang Pendapat tentang Regulasi Waralaba Makanan dan Minuman
Hukumonline

Silang pendapat atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 07/M-DAG/PER/2/2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Makanan dan Minuman masih terus terjadi. Permendag ini membatasi jumlah gerai milik pribadi 250 unit.

Pengamat hukum persaingan, Andi Fahmi Lubis, termasuk yang melayangkan kritik. Menurut dia, penentuan jumlah 250 outlet itu justru membuka peluang masuknya pewaralaba asing. Ia balik menuding regulasi itu tidak sesuai dengan semangat yang ada dalam aturan waralaba ritel.

Wakil Ketua Komisi VI DPR, Aria Bima, pun mempertanyakan kebijakan Kemendag tersebut. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, pembatasan kepemilikan waralaba restoran makanan dan minuman sebanyak 250 terlalu besar dan dapat menimbulkan monopoli pasar. Apalagi, Permendag tersebut juga mengharuskan mekanisme penyertaan modal atau kerjasama. Kekhawatiran Aria Bima sepaham dengan Andi Fahmi Lubis, beleid san Menteri membuka celah kepada pihak asing.

Namun kekhawatiran Fahmi dan Ari Bima ditepis pemerintah. Kepala Sub Direktorat Masyarakat Ekonomi ASEAN II Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Darsem Lumban Gaol mengatakan regulasi itu dibuat justru demi mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM). UKM akan berada pada posisi yang cukup berbahaya jika tak segera diatur waralaba makanan dan minuman. "Permendag tersebut sebagai langkah Kemendag untuk menyelamatkan UKM dalam pasar tunggal ASEAN 2015 nanti," kata Darsem.

Menurut Darsem, melalui kebijakan waralaba tersebut, pemerintah berusaha agar waralaba nasional tetap eksis ditengah membanjirnya produk luar. Lagipula, lanjutnya, pemerintah dapat mempromosikan produk lokal dengan menetapkan kewajiban penggunaan bahan baku, peralatan yang digunakan maupun barang yang dijual.

Berkaitan dengan Permendag tersebut, Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah juga khawatir waralaba lokal akan tergeser jika tak ada pembataan waralaba asing. Keberlangsungan waralaba nasional tak lepas dari perilaku konsumen yang cenderung membeli produk luar negeri. Jika pasar tunggal ASEAN mulai berjalan, dipastikan produk waralaba luar negeri akan laku keras.

"Soal waralaba, terus terang kita membicarakan style. Konsumen domestik terutama kelas menengah ke atas suka barang impor karena gaya. Begitu mereka masuk pada 2015 nanti, dipastikan pembelinya banyak," katanya.

Euis meminta pemerintah daerah menjadi garda terdepan yang melindungi waralaba nasional. Caranya antara lain menerbitkan regulasi yang melindungi waralaba lokal. Pemda harus mengeluarkan Perda yang mendukung waralaba dalam negeri. Misalnya,  dalam setiap sepuluh outlet waralaba nasional, punya luar boleh ada satu. Jadi jangan sampai bebas seperti sekarang," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait