Pemerintah Tolak Gagasan Pemilu Serentak
Berita

Pemerintah Tolak Gagasan Pemilu Serentak

Ahli berpendapat pemilu secara terpisah sudah tidak relevan lagi.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Tolak Gagasan Pemilu Serentak
Hukumonline

Pemerintah berpendapat pelaksanaan pemihan umum (pemilu) baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) tidak mungkin dilakukan secara serentak. Sebab, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik dan gabungan partai politik sesuai bunyi Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. 

“Prasyarat itu dapat dilakukan jika Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan terlebih dulu sebelum pilpres (terpisah),” kata Direktur Litigasi Kemenkumham Mualimin Abdi dalam sidang lanjutan pengujian UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres di Gedung MK, Kamis (14/3).  

Mualimin menegaskan pilpres sulit dilaksanakan bersamaan dengan pemilu legislatif. Soalnya, syarat terpilihnya pasangan calon presiden dan wakil presiden harus memperoleh 50 persen lebih dari jumlah suara pemilih dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia sulit dipenuhi dengan satu kali putaran. Hal ini jika pasangan calon presiden lebih dari dua pasang. 

“Adanya pertimbangan teknis, sulitnya penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota jika pemilu dilaksanakan secara bersamaan antara pemilu legislatif dan pilpres,” kata Mualimin.

Menurut Mualimin, Pasal 9 UU Pilpres terkait kebijakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden tidak diskriminatif. Sebab, persyaratan itu diberlakukan untuk semua parpol peserta pemilu.

“Pasal 9 UU Pilpres bukan norma diskriminatif dan bertentangan dengan hak-hak konstitusional. Demikian pula dengan Pasal 1 angka 2, Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (2) UU Pilpres tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Mualimin.

Meski begitu, pemerintah sangat menghargai usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dalam ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam membangun pemahaman makna pemilu. Demokrasi di Indonesia memang sangat membutuhkan pemikiran seperti itu dalam upaya perbaikan penyelenggaraan demokrasi dan pemilu ke depannya.

Tags:

Berita Terkait