Sony Heru Prasetyo:
Penataan IUP Terus Dilakukan
Profil

Sony Heru Prasetyo:
Penataan IUP Terus Dilakukan

Jumlah izin pertambangan yang diterbitkan terus bertambah. Kini sudah lebih dari sepuluh ribu izin. Sayang, pengawasan perusahaan tambang dinilai masih lemah, terutama tambang di daerah.

Oleh:
RSP
Bacaan 2 Menit
Sony Heru Prasetyo: <br>Penataan IUP Terus Dilakukan
Hukumonline

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara  (UU Minerba) mencoba melakukan perubahan tata kelola tambang minerba. Salah satu yang harus ditata ulang adalah izin-izin yang tumpang tindih. Tetapi masih ada hal lain yang terus disorot masyarakat sehubungan dengan tambang. Misalnya, kontrak-kontrak pertambangan yang dinilai masih merugikan kepentingan Indonesia, dan isu kerusakan lingkungan di wilayah tambang.

Staf Ahli Bagian Hukum dan Perundang-Undangan Kementerian ESDM, Sony Heru Prasetyo menjawab sejumlah pertanyaan atas masalah ini. Ditemui dalam sebuah kesempatan di Denpasar, Bali, lulusan Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Budaya UI ini mengatakan Kementerian ESDM terus melakukan penataan, termasuk menyiapkan regulasi pelaksanaan UU Minerba.  Berikut penuturannya:

Apa saja kelemahan dari Undang-Undang Minerba?

Sebetulnya kalau hal itu ditanyakan kepada pemerintah terkait dengan kelemahan-kelemahannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, itu tidak tepat. Artinya, silahkan ditanyakan kepada orang-orang di luar pemerintah yang konsen dengan permasalahan minerba ini. Cuma jika kita bicara tentang kendala pelaksanaan UU Minerba itu kan sangat general. UU Minerba mengakomodasi berbagai macam wilayah Undang-Undang yang lain, misalnya UU Lingkungan Hidup dan UU Kehutanan.

Sekarang yang menjadi masalah adalah ternyata dalam kasus tambang minerba itu banyak kondisi-kondisi yang spesifik, yang tidak bisa diakomodir dalam Undang-Undang yang sifatnya general. Misalnya, dulu kita punya aturan bahwa jika mau menambang harus punya Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi, minimal harus mempunyai luas wilayah sebesar 5000 meter. Ternyata sekarang ada di daerah-daerah, misalnya Bangka Belitung, faktanya luas wilayah 5000 meter per segi itu sudah tidak ada lagi. Jadi kalau tidak ada lagi, di situ otomatis tidak bisa dibuka IUP baru. Aturan mengenai luas wilayah IUP yang 5000 meter itu adalah untuk membatasi izin. Saya sudah sampaikan dalam beberapa kesempatan bahwa data yang ada di Kementerian ESDM mencatat sudah ada lebih dari 10.600 izin. Ini kondisi yang perlu diperhatikan secara serius. Artinya, kalau kita tidak memulai pengetatan maka izin itu akan terus melonjak naik hingga 20.000 izin nantinya, karena mudah sekali memberi izin. Namun, yang menjadi masalah adalah pengawasannya yang tidak ada. Bisa kita bayangkan bahwa ada daerah-daerah yang sudah menerbitkan ratusan izin tapi ternyata mereka tidak mempunyai tenaga pengawas. Harusnya izin itu diawasi, dia punya inspektur tambang kalau di daerah, walaupun kenyataannya di daerah sangat sedikit sekali jumlahnya sehingga tidak sesuai antara izin yang sudah dikeluarkan dengan pengawasannya. Itulah problem yang pertama.

Kemudian yang kedua, penyesuaian kontrak. Jika kita bicara secara hukum penyesuaian kontrak itu harusnya dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sesuai dengan UU Minerba. Secara hukum itu sebetulnya menimbulkan kontradiksi juga, karena di satu sisi pemerintah menghormati asas pacta sun servanda bahwa kontrak itu harus dihormati sebagai Undang-Undang. Tapi di sisi lain pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk mengamandemen kontrak supaya lebih fair. Kenapa lebih fair? Saya contohkan misalnya Freeport. Apakah kita rela Freeport hanya membayar 1 persen royalti sementara aturan yang sekarang 3,75 persen. Jadi untuk pengusaha lokal katakanlah harus membayar 3,75 persen, Freeport yang dari Amerika hanya membayar 1 persen. Dari sisi keadilan hal ini tentu sangat jauh sekali. Oleh karena itu pemerintah terus mengupayakan renegosiasi kontrak yang sudah ada sebelum aturan baru berlaku. Kita juga menginginkan upaya renegosiasi Kontrak Karya bisa dipahami masyarakat bahwa ini sebetulnya juga untuk kepentingan masyarakat. Hal ini bukan berarti pemerintah tidak menghormati kontrak, namun perlu diingat bahwa kondisinya saat ini juga berbeda antara dulu dengan sekarang.

Saat ini pemerintah tengah melakukan upaya penataan. Salah satunya dengan memperketat masalah perizinan tambang minerba ini. Artinya lebih selektif dalam memberikan IUP. Sekarang kita sudah buat rambu-rambu, bahkan dalam UU Minerba ada ketentuan pidana kalau misalnya penerbit izin itu menerbitkan IUP tidak sesuai dengan kewenangan itu bisa dikenakan sanksi pidana.

Sekarang prioritas pemerintah adalah melakukan penataan dan pengetatan terhadap IUP yang ada supaya ke depan aktivitas industri tambang minerba tetap berjalan dan investasi tidak terkendala.

Tags:

Berita Terkait