Regulasi Penyiaran Belum Lindungi Publik
Aktual

Regulasi Penyiaran Belum Lindungi Publik

Oleh:
INU
Bacaan 2 Menit
Regulasi Penyiaran Belum Lindungi Publik
Hukumonline

Sejumlah aktivis penyiaran menyatakan peraturan perundang-undangan terkait penyiaran saat ini belum melindungi publik. Mereka menyatakan perlu perubahan mendasar dari peraturan perundang-undangan agar penyiaran di Indonesia lebih sehat.

Demikian hal yang mengemuka dari diskusi publik tentang penyiaran di kantor PBNU Jakarta, Kamis (25/4). "Amanat UU Penyiaran adalah keberagaman isi dan keberagaman kepemilikan. Ini yang tidak tercermin oleh industri media kita,” kata Ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) Sinam Sutarno dalam diskusi itu seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (26/4).

Dia mengingatkan, regulasi penyiaran kedepan harus memastikan adanya keadilan regulasi yang berpihak pada kepentingan publik.

Aktivis penyiaran, Budhi Hermanto menilai ada perbedaan perlakuan dalam UU Penyiaran. Perbedaan itu terutama tertuju pada media komunitas. “Media komunitas lahir karena undang-undang, tapi sayangnya lembaga penyiaran komunitas diperlakukan bak anak tiri,” ujarnya.

Dalam alokasi frekuensi misalnya, radio komunitas hanya mendapat jatah tiga kanal. Sedangkan tak satupun alokasi kanal untuk televisi komunitas. Bahkan, tidak ada alokasi freekuensi bagi media nonprofit itu.

Menanggapi keadaan itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyatakan tak cukup punya legitimasi. “Sekalipun KPI tercantum dalam undang-undang, tapi kewenangan bagi KPI mengatur hal-hal semacam itu tak cukup kuat,” tutur Komisioner KPI Pusat, Idhi.

Paulus Widiyanto, mantan ketua Pansus UU Penyiaran menyatakan sistem penyiaran nasional lebih dari soal keberagaman kepemilikan dan keberagaman isi siaran. Lebih penting adalah, adanya sistem penyiaran yang memberikan hak warga negara di depan dalam pengelolaan penyiaran. "Karena media adalah domain publik, bukan negara" kata Paulus menegaskan.

Tags:

Berita Terkait