Ada Nada Khawatir di Balik Regulasi Waralaba
Fokus

Ada Nada Khawatir di Balik Regulasi Waralaba

Kementerian Perdagangan menerbitkan sejumlah regulasi tentang penyelenggaraan waralaba. Perjanjian waralaba harus menggunakan hukum Indonesia.

Oleh:
FNH/M-15/MYS
Bacaan 2 Menit
Ada Nada Khawatir di Balik Regulasi Waralaba
Hukumonline

Ancaman pengusaha waralaba untuk membawa Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2013 ke Mahkamah Agung belum terwujud hingga akhir April. Permohonan uji materi belum didaftarkan secara resmi meskipun sebelumnya pengusaha waralaba telah mengumandangkan kritik terhadap beleid tentang pengembangan kemitraan waralaba jasa makanan dan minuman.

Levita Supit, Ketua Asosiasi Waralaba dan Lisensi Indonesia, mengatakan masih menunggu wujud komitmen Kementerian Perdagangan untuk memperbaiki beleid. Kementerian Perdagangan meminta waktu untuk duduk bersama dengan kalangan pengusaha agar duduk masalahnya jelas. Pengusaha masih mempersoalkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) di atas. “Peraturan itu melanggar visi dan misi bisnis waralaba,” ujar Levita kepada hukumonline di Jakarta, Kamis (26/4).

Permendag No. 07 Tahun 2013 hanya satu dari –minimal-- tiga regulasi waralaba yang terbit dalam sembilan bulan terakhir. Agustus tahun lalu, terbit Permendag No. 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Dua bulan kemudian terbit Permendag No. 68/M-DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern.

Regulasi itu dikeluarkan sehubungan dengan meningkatnya bisnis waralaba (franchise ) di Tanah Air. Serbuan pewaralaba asing semakin sulit dihindari karena Indonesia sudah berkomitmen pada penerapan kerjasama bisnis global. Dalam waktu dekat (2015), Indonesia akan membuka pasar lebar-lebar dalam rangka implementasi Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN Economic Community/AEC).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bambang Brodjonegoro mengingatkan pentingnya kesiapan Indonesia menghadapi serbuan asing. Meskipun Bambang yakin Indonesia punyai nilai bagus, tetap saja diperlukan strategi khusus menghadapi pasar bebas ASEAN. DPR juga sudah mempertanyakan kesiapan Indonesia menghadapi AEC 2015.

Salah satu yang paling mengkhatirkan adalah dampak waralaba asing terhadap usaha kecil dan menengah (UKM). Saat waralaba asing menyerbu pasar Indonesia, dikhawatirkan berimbas buruk terhadap pengusaha kecil dan menengah. Bayangkan, tak kurang dari enam ribu outlet waralaba sudah memanjakan konsumen selama ini dengan harga produk yang kompetitif. Bayangkan jika bisnis ini tak dikendalikan.

Itu pula yang mendorong Pemerintah membuat rambu-rambunya. Permendag No. 53, misalnya, mengharuskan penyelenggaraan waralaba berdasarkan pada perjanjian waralaba. Perjanjian itu mendudukan pemberi waralaba dan penerima waralaba berkedudukan setara, dan kepada mereka berlaku hukum Indonesia. Nama waralaba yang belum terdaftar di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga tak bisa digunakan.

Tags:

Berita Terkait