Organisasi Advokat Sebaiknya Dukung PBH
Berita

Organisasi Advokat Sebaiknya Dukung PBH

“Soal badan hukum itu kebijakan yang tepat”.

Oleh:
MYS/M-14
Bacaan 2 Menit
Organisasi Advokat Sebaiknya Dukung PBH
Hukumonline

Kalau tidak ada aral melintang, sesuai jadwal, seharusnya Panitia Verifikasi dan Akreditasi calon Pemberi Bantuan Hukum (PBH), mengumumkan hasil verifikasi dan akreditasi pada 3 Mei mendatang. Ada kemungkinan target tersebut molor karena jumlah calon PBH yang harus diverifikasi dan akreditasi membengkak. Data yang dikumpulkan Panitia pekan lalu menunjukkan jumlahnya mencapai 610 calon PBH.

Namun bukan hanya pembengkakan jumlah kandidat PBH yang jadi masalah. Dalam verifikasi lapangan, Panitia menemukan fakta banyak lembaga bantuan hukum yang tak memiliki advokat. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 3 Tahun 2013, calon PBH harus memiliki advokat agar bisa mendapatkan dana bantuan hukum sesuai UU 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Anggota Panitia Verifikasi dan Akreditasi, Abdul Fickar Hajar dan Alvon Kurnia Palma, membenarkan temuan itu. Panitia menemukan lembaga bantuan hukum yang tak memiliki advokat, beberapa diantaranya juga belum berbadan hukum. Masalah ini timbul antara lain karena jumlah avokat di daerah tidak merata. Jika dipaksakan harus ada advokat, pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin sesuai amanat UU No. 16 Tahun 2011 akan menemui hambatan. Selain itu, kata Alvon, sebaran PBH juga tak merata.

Karena itu, Abdul Fickar Hajar meminta organisasi advokat ikut berperan membantu program bantuan hukum dimaksud. “Menurut saya, organisasi advokat harus mendorong anggotanya,” kata Fickar saat dihubungi hukumonline via telepon.

Ia mengingatkan, ada kewajiban yuridis setiap advokat untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada orang miskin. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008 telah mengatur kewajiban advokat tersebut. Kewajiban ini bisa digabung dengan fakta kekurangan PBH yang mempunyai advokat. “Inilah kesempatan mengawinkan kewajiban sosial advokat dengan kebutuhan rakyat miskin, terutama organisasi bantuan hukum yang tidak ada advokatnya,” harap Fickar.

Memang, tak semua calon PBH nihil advokat. LBH Keadilan, misalnya, memiliki 5 orang avokat, baik anggota PERADI maupun KAI. Lembaga bantuan hukum ini termasuk yang sudah diverifikai Panitia. “Diverifikasi pada 19 April lalu,” jelas Abdul Hamim Jauzie, Direktur Eksekutif LBH Keadilan via pesan Blackberry.

LBH Keadilan justru menghadapi status badan hukum yang belum selesai. Dan masalah ini cenderung tak jadi persoalan karena Panitia akhirnya memperbolehkan calon PBH mengurus status badan hukum setelah lolos verifikasi. Kebijakan ini diakomodir dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 3 Tahun 2013.

Ketua Panitia Verifikasi dan Akreditasi, yang juga Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Wicipto Setiadi, dalam berbagai kesempatan mengatakan PBH bisa mengurus status badan hukum belakangan. Bahkan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) siap mempermudah pengurusan status badan hukum PBH. Abdul Hamim Jauzie memuji kebijakan Kementerian Hukum dan HAM. “Soal badan hukum itu kebijakan yang tepat,” pujinya.

Dalam beberapa kali sosialisasi UU Bantuan Hukum, Ketua Umum DPN PERADI mengatakan pentingnya advokat ‘mengendorse’ paralegal yang akan memberikan bantuan hukum sesuai amanat UU No. 16 Tahun 2011.

Tags:

Berita Terkait