KPAI Persoalkan UU Adminduk ke MK
Berita

KPAI Persoalkan UU Adminduk ke MK

Seharusnya dipakai stelsel aktif negara.

Oleh:
ASH/MYS
Bacaan 2 Menit
Suasana konpres KPAI dan Jaker-PAK di gedung KPAI, 29 April 2013 (Foto: SGP)
Suasana konpres KPAI dan Jaker-PAK di gedung KPAI, 29 April 2013 (Foto: SGP)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Jaringan Kerja Peduli Akta Kelahiran (Jaker PAK) secara resmi telah mendaftarkan uji materi sejumlah pasal dalam UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beleid itu dinilai gagal mengoptimalkan pencatatan kelahiran lantaran ada sekitar lebih dari 50 juta anak Indonesia tercatat masih belum memiliki akta kelahiran.

“Menurut data Sensus Nasional hingga 2010, yang memiliki akta kelahiran hanya 59 persen. Angka ini sangat memprihatinkan. Atau lebih dari 45 juta hingga 50 juta, anak Indonesia belum memiliki akta kelahiran,” kata Komisioner KPAI Latifah Iskandar usai mendaftarkan uji materi UU Adminduk di Gedung MK, Selasa (30/4).

Secara spesifik, KPAI dan Jaker PAK memohon pengujian Pasal 3, Pasal 4, Pasal 27 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), (4), Pasal 30 ayat (1), (6), Pasal 32 ayat (1), (2), Pasal 90 ayat (1), (2) serta penjelasan umum UU Adminduk. Pasal-pasal tersebut mengatur keharusan setiap warga negara melaporkan kelahirannya. Bagi mereka yang tak menjalankan ada denda tertentu.

Alasan pengajuan permohonan ini, kata Latifah, tak hanya persoalan berbelitnya pengurusan akta kelahiran lewat pengadilan, tetapi yang terpenting “roh” dari UU Adminduk itu menganut kewajiban stelsel aktif penduduk. Akibatnya, proses penerbitan akta kelahiran banyak hambatan, seperti jarak pengurusan jauh, pengurusan berbelit, hingga denda yang tidak mampu dibayar oleh negara, selain dukungan anggaran minim dari negara.   

Dia tegaskan memiliki akta kelahiran adalah setiap warga negara, sehingga kewajiban pencatatan akta kelahiran seharusnya dibebankan kepada negara, bukan kepada warga negara. Karena itu, dia berharap sejumlah pasal itu yang dimohonkan pengujian dibatalkan MK.

“Kita ingin stelsel aktif penduduk diubah menjadi stelsel aktif negara dalam pengurusan akta kelahiran karena UUD 1945 telah memberi hak atas identitas yang jelas bagi seluruh warga negara demi kepastian hukum yang adil,” katanya.  

Kuasa hukum pemohon, Muhammad Joni, menambahkan UU Adminduk telah gagal sebagai alat rekayasa sosial pencatatan kelahiran. Kewajiban pencatatan kelahiran seharusnya dibebankan kepada negara, bukan kepada penduduk. Akte kelahiran adalah mengenai status seseorang, sehingga selayaknya diurus Kementerian Hukum dan HAM, bukan Kementerian Dalam Negeri. “Akte kelahiran bukan pendapatan,” tegas Joni.

Tags:

Berita Terkait