UGM: Jangan Anggap PTN sebagai Korporasi
Berita

UGM: Jangan Anggap PTN sebagai Korporasi

Tapi ahli dari pemohon tetap yakin UU Dikti menyingkirkan rakyat miskin.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
UGM: Jangan Anggap PTN  sebagai Korporasi
Hukumonline

Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan otonomi pengelolaan pendidikan tinggi yang berbentuk badan hukum pendidikan yang diatur UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) tidak sama dengan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang telah dibatalkan oleh MK.

“Menyamakan otonomi pendidikan tinggi negeri (PTN) yang berbentuk badan hukum bagi penyelenggara pendidikan tinggi dalam UU Dikti dengan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah kesimpulan yang keliru,” kata kuasa hukum UGM Tata Wijayanta menyampaikan pandangannya dalam sidang lanjutan pengujian UU Dikti yang dimohonkan Komite Nasional Pendidikan Tinggi (KNP)di Gedung MK, Kamis (30/5).

Tata mengatakan UU BHP mengharuskan suatu pengelolaan tertentu menyebabkan kekakuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan menjadikan satu pola pengelolaan sebagai suatu keharusan norma hukum.

Sementara dalam UU Dikti keberadaan nomenklatur PTN satuan kerja, PTN badan layanan umum, dan PTN badan hukum adalah pilihan status. Bukan penyeragaman pola pengelolaan dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Menurut Tata konstruksi berpikir orang awam yang mendudukan PTN badan hukum seolah identik sebagai korporasi adalah sebuah kesalahan yang fatal. Sebab, badan hukum dalam kerangka korporasi mendudukkan laba sebagai motivasi. Sedangkan badan hukum dalam kerangka pola penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah nirlaba.

Hal itu ditegaskan dalam Pasal 63 UU Dikti yang menyebutkan otonomi pengelolaan perguruan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip nirlaba. Dalam pengujian UU Dikti ini, selain UGM, Universitas Indonesia (UI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengajukan diri sebagai pihak terkait.

Singkirkan Masyarakat Miskin
Dalam persidangan kali ini, pemohon mengajukan sejumlah ahli, salah satunya ahli pendidikan,Prof H.A.R. Tilaar. Dalam keterangannya, Tilaar secara tegas menyatakan pengelolaan pendidikan tinggi dalam UU Dikti, berimplikasi menyingkirkan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin, sehingga UU ini tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait