AEC Tak Perlu Lembaga Baru Penyelesaian Sengketa
Berita

AEC Tak Perlu Lembaga Baru Penyelesaian Sengketa

Setiap negara anggota masih memiliki kedaulatan di bidang hukum.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
AEC Tak Perlu Lembaga Baru Penyelesaian Sengketa
Hukumonline

Masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) segera menghadapi pasar bersama pada 2015. Dalam pelaksanaannya, pasar bersama berpotensi menghadapi masalah, seperti sengketa antar pelaku bisnis. Diyakini ada resiko-resiko bisnis yang berimplikasi hukum. Sejauh ini, belum ada kejelasan bagaimana mekanisme bersama yang dipakai, dan apakah ada lembaga penyelesaian sengketa baru atau tidak.  

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Hikmahanto Juwana, berpendapat AEC tidak perlu membuat lembaga baru untuk penyelesaian sengketa dagang. Sebaiknya negara-negara anggota mendahulukan musyawarah mufakat, apalagi sebagai anggota sekawasan Asia Tenggara. "Karena lebih mengedepankan konsesus," kata Hikmahanto kepada hukumonline, Minggu (02/6).

Dalam penyelesaian melalui musyawarah dan mufakat, negara ASEAN yang bersengketa pada mulanya akan diselesaikan melalui panel. Putusan yang dihasilkan dalam panel, lanjutnya, bisa diajukan banding oleh pihak yang berkeberatan. Namun, banding hanya bisa dilakukan satu kali saja.

Tetapi, masih ada kemungkinan lain yang bisa ditempuh jika ada persengketaan dagang antar negara yakni ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mecanism. Protokol ini disepakati di Laos pada 29 Desember 2004.

Pasal 4 Protokol menyebutkan “Member States which are parties to a dispute may at any time agree to good offices, conciliation or mediation. They may begin at any time and be terminated at any time. Once procedures for good offices, conciliation or mediation are terminated, a complaining party may then proceed with a request to the SEOM for the establishment of a panel. If the parties to a dispute agree, procedures for good offices, conciliation or mediation may continue while the panel process proceeds. The Secretary-General of ASEAN may, acting in an ex officio capacity, offer good offices, conciliation or mediation with the view to assisting Member States to settle a dispute”.

ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mecanism merupakan sebuah lembaga yang mengadopsi sistim penyelesaian sengketa World Trade organization (WTO). Namun setelah sembilan tahun dibentuk, lembaga ini belum digunakan sebagaimana yang diharapkan.

Ketua Komisi VI Airlangga Hartarto sependapat dengan Hikmahanto, terkait perlu atau tidaknya membuat satu lembaga guna menyelesaikan dispute antar negara pada pelaksanaan AEC 2015 nanti. "Tidak perlu membuat lembaga baru," kata Airlangga.

Ia menilai, perselisihan sengketa dagang dapat diselesaikan melalui pengadilan arbitrase Internasional. Lembaga ini, katanya, sudah cukup menjadi media penyelesaian sengketa dagang tanpa membuat suatu lembaga baru.

Politisi Partai Golkar itu menegaskan bahwa skema AEC 2015 nanti hanya memberikan ruang kebebasan dalam aspek ekonomi atau perdagangan. Artinya, setiap negara masih memiliki kedaulatan masing-masing. Pembentukan lembaga baru, katanya, berarti menghilangkan kedaulatan negara. "Kita tetap berdaulat, bukan seperti Uni Eropa," tegasnya.

Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, menjelaskan AEC tidak membentuk lembaga baru untuk menyelesaikan sengketa dagang. Cara yang dapat ditempuh adalah arbitrase internasional. "Kalau ada sengketa, penyelesaiannya dibawa ke arbitrase internasional," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait