Kepesertaan Jamsostek Pekerja Informal Perlu Ditingkatkan
Berita

Kepesertaan Jamsostek Pekerja Informal Perlu Ditingkatkan

Pemda dapat berperan untuk mendorong kepesertaan Jamsostek.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Kepesertaan Jamsostek Pekerja Informal Perlu Ditingkatkan
Hukumonline

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menegaskan pekerja informal bagian dari warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk mendapat jaminan sosial. Hal itu diamanatkan pasal 28H ayat (3) UUD RI 1945. Oleh karenanya, mengacu pasal 34 ayat (2) UUD RI 1945 pemerintah perlu berperan menyediakan Jamsos. Dalam rangka meningkatkan kepesertaan Jamsostek pekerja informal, Timboel berpendapat pemerintah dapat melakukan sejumlah langkah.

Pertama, program tersebut harus didukung dengan alokasi anggaran yang cukup dari APBN. Timboel melihat selama ini anggarannya tergolong rendah. Misalnya tahun lalu, Timboel mencatat pemerintah hanya mengalokasikan anggaran Rp2,8 miliar untuk 8.100 pekerja informal di 9 kabupaten/kota dan tahun ini Rp4 miliar untuk 10.600 pekerja informal di 12 kabupaten/kota. Jumlah itu bagi Timboel sangat sedikit jika dibandingkan jumlah pekerja informal yang mencapai 31 juta orang. Dari anggaran yang ada, Timboel menilai pemerintah dapat mengalokasikan anggaran sebesar Rp50 miliar.

Kedua, pemerintah daerah (Pemda) harus berperan meningkatkan kepesertaan Jamsostek pekerja informal. Pasalnya, Pemda dapat mengalokasikan sebagian APBD untuk mendorong program tersebut. Timboel mencontohkan Pemda Purwakarta sudah mengalokasikan anggaran untuk membayar iuran Jamsostek pekerja informal di wilayahnya. Selain itu Timboel melihat dana dari DAU/DAK dapat dialokasikan untuk subsidi iuran. Bila sudah masuk dalam pos anggaran DAU/DAK, tanggungjawab pembayaran iuran untuk pekerja informal itu berada di ranah Pemda.

Ketiga, Timboel berharap program tersebut menjadi bagian dari kegiatan rutin seluruh Pemda, khususnya untuk JPK. Pasalnya, sebagian besar pekerja informal termasuk orang tidak mampu. Mengingat tahun depan program JPK beralih ke BPJS Kesehatan maka pemerintah harus menjamin kepesertaan pekerja informal yang tergolong ekonomi lemah. “Jadi program ini bukan hanya stimulus, tetapi menjadi program yang dilekatkan dengan BPJS Kesehatan, sampai pemerintah pusat melalui APBN mencakup seluruh warga negara menjadi peserta BPJS Kesehatan,” urainya kepada hukumonline lewat surat elektronik, Senin (3/6).

Bahkan, Timboel menilai program itu dapat dilakukan juga untuk mendorong kepesertaan Jamsostek tentang Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Lagi-lagi Timboel menilai Pemda mampu untuk terus mengalokasikan subsidi kepada pekerja informal di berbagai program Jamsostek itu. Dalam hal tersebut, Pemda dapat diposisikan sebagai “majikan” bagi pekerja informal. Menurutnya, kebijakan itu sangat penting bagi daerah sebab pekerja informal selama ini berperan menggerakan ekonomi daerah.

Sejalan dengan hal tersebut Timboel mendesak agar pemerintah melakukan sosialisasi secara masif tentang bermacam program Jamsos ke pekerja informal, khususnya terkait SJSN dan BPJS. Sosialisasi yang selama ini dilakukan pemerintah menurut Timboel hanya ditujukan kepada aparat pemerintahan dan sebagian kecil pekerja formal.

Terkait pekerja informal yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga (PRT), Timboel melanjutkan, belum tersentuh Jamsos. Menyongsong pelaksanaan BPJS, Timboel menganggap sudah seharusnya pemerintah membuat regulasi operasional yang mewajibkan majikan mengikutsertakan PRT dalam Jamsos. Mengingat saat ini proses legislasi RUU PRT sudah sampai ke DPR, Timboel mengatakan regulasi operasional itu harus dimandatkan dalam ketentuan di RUU tersebut.

Tags:

Berita Terkait