Polemik Status ‘Badan Publik’ BP Migas
Fokus

Polemik Status ‘Badan Publik’ BP Migas

Di tengah perjalanan kasus ini, BP Migas dibubarkan, dan ‘berganti baju’ menjadi SKK Migas. Menunggu putusan Mahkamah Agung.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Polemik Status ‘Badan Publik’ BP Migas
Hukumonline

Sikap Komisi Informasi Pusat (KIP) sudah jelas: keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. “KIP sudah  mengajukan kasasi,” tandas Abdul Rahman Makmun kepada hukumonline, pekan lalu. Memori kasasi pun sudah disampaikan.

Ketua Komisi Informasi Pusat itu menilai ada cacat dalam Putusan PN Jakarta Selatan No. 450/Pdt.G/2012, yang diputus pada akhir Januari lalu. Cacat-cacat itulah yang dituangkan dalam memori kasasi Komisi.

Inilah perkembangan terbaru sengketa informasi publik antara Yayasan Pusat Pengembangan Informasi Publik (YP2IP), sebuah lembaga swadaya masyarakat di Bandung, dengan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). YP2IP meminta dua jenis informasi publik, yakni (i) daftar kontrak karya pertambangan, minyak bumi, dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia saat ini; dan (ii) salinan kontrak karya pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia, PT Kalimantan Timur Prima Coal, PT Newmont Mining Cooperation, dan PT Chevron Pacific Indonesia. Permintaan ditolak BP Migas.

Lantaran permintaan informasi ditolak BP Migas, YP2IP mendaftarkan permohonan penyelesaian sengketa informasi ke Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada 26 September 2011. Proses mediasi yang ditawarkan KIP juga gagal karena BP Migas tak hadir dua kali. Akhirnya sidang berlanjut ke proses ajudikasi non-litigasi. Dalam proses persidangan, BP Migas mengemukakan banyak dalil, salah satunya tentang status badan yang dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001ini.

BP Migas besikeras bukanlah Badan Publik, melainkan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) seperti tegas disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas.

Badan Publik

Dalam penyelesaian sengketa informasi, status Badan Publik menjadi sangat penting, bahkan bisa dikatakan ‘menentukan’. Sesuai kontruksi UU No. 14 Tahun 2008tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), hanya lembaga yang masuk kategori Badan Publik yang punya kewajiban membuka informasi publik, baik atas dasar pengumuman maupun permintaan. Dengan menggunakan amunisi ‘bukan Badan Publik’, BP Migas ingin melepaskan diri dari kewajiban memberikan informasi yang diminta YP2IP.

Pasal 1 angka 3 UU KIP memberi kriteria tentang Badan Publik. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif otomatis masuk. Badan lain masuk jika fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Kriteria lain menggunakan pola penganggaran, yaitu lembaga yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD. Organisasi non-pemerintah juga termasuk jika dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Ruang lingkup Badan Publik dalam pasal ini sangat luas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait