Mencegah Vexatious Litigation dalam Sengketa Informasi
Berita

Mencegah Vexatious Litigation dalam Sengketa Informasi

Pemohon harus bersungguh-sungguh dan beriktikad baik.

Oleh:
MYS/M-14
Bacaan 2 Menit
Mencegah <i>Vexatious Litigation</i> dalam Sengketa Informasi
Hukumonline

Untuk mencegah penyalahgunaan mekanisme permohonan dan penyelesaian sengketa informasi, Komisi Informasi Pusat (KIP) mengatur vexatiuos litigation. Komisi Informasi tidak wajib melayani permohonan yang dinilai sebagai vexatious litigation.

‘Larangan’ vexatious litigation itu tertuang dalam Peraturan Komisi Informasi (Perki) No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Saat Perki ini diluncurkan pada 22 Mei lalu, komisioner Komisi Informasi Pusat Henny S. Widyaningsih menyinggung eksistensi gugatan dengan iktikad baik.

Pasal 4 ayat (1) dan (2) Perki tersebut menyatakan Para pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik wajib mengikuti proses penyelesaian sengketa informasi publik dengan sungguh-sungguh dan iktikad baik. Komisi Informasi tidak wajib menanggapi permohonan yang tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh dan iktikad baik.

Sebelumnya, ketentuan ini tak dikenal dalam proses penyelesaian sengketa informasi (Perki No. 2 Tahun 2010). Sehingga, dalam praktik, ada pemohon yang mengajukan puluhan permohonan sekaligus (massif) dan banyak item informasi. Permohonan massif dan sekaligus bisa mengganggu proses beracara karena penyelesaian sengketa informasi dibatasi oleh waktu, sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Vexatious litigationselalu dihubungkan dengan gugatan yang mengganggu. Vexatoir dalam bahasa Latin diartikan sebagai ‘mengganggu, tidak adil’. Dalam Black’s Law Dictionary edisi pocket, diartikan sebagai ‘one or more lawsuit filed without reasonable or probable cause’.

Tiga kriteria

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) termasuk pemohon yang banyak mengajukan permohonan informasi ke Badan Publik. Informasi yang diminta umumnya berkaitan dengan advokasi Fitra, yakni mengenai anggaran di kementerian atau lembaga. Semua kementerian sudah diminta. Menurut peneliti Fitra, Uchok Sky Khadafi, permohonan informasi yang diajukan lembaganya bukan main-main, tetapi dilandasi niat baik. “Bukan eksprimen,” tegasnya.

Uchok agar khawatir larangan vexatious litigation menghambat upaya warga negara atau badan hukum Indonesia. Namun, sebagai pemohon, Fitra akan tetap mengajukan permohonan informasi karena itu hak yang dijamin Undang-Undang. Apalagi, permohonan itu dilandasi iktikad baik.

Kesungguhan dan iktikad baik memang menjadi unsur penting penentuan vexatious litigation. Perki No. 1 Tahun 2013 menggunakan tiga kriteria yang masuk kategori gugatan vexatious. Pertama, mengajukan permohonan dalam jumlah yang besar sekaligus atau berulang-ulang namun tidak memiliki tujuan yang jelas atau tidak memiliki relevansi dengan tujuan permohonan. Kedua, mengajukan permohonan dengan tujuan untuk mengganggu proses penyelesaian sengketa. Dan ketiga, melakukan pelecehan pada petugas penyelesaian sengketa dengan perlakuan di luar prosedur penyelesaian sengketa.

Jika cukup alasan menyatakan suatu permohonan masuk kategori vexitious litigation, Ketua Komisi Informasi mengeluarkan keputusan penghentian proses penyelesaian sengketa.

Tags:

Berita Terkait