Vonis Anak 11 Tahun Dikecam
Utama

Vonis Anak 11 Tahun Dikecam

Polisi, jaksa dan hakim tak mengerti undang-undang.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
KPAI dan YLBHI mengecam vonis terhadap anak berusia 11 tahun di Sumatera Utara. Foto: SGP
KPAI dan YLBHI mengecam vonis terhadap anak berusia 11 tahun di Sumatera Utara. Foto: SGP

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)  mengecam keras vonis pengadilan yang telah memenjarakan anak yang belum berusia 12 tahun. Adalah DY, seorang anak yang masih berusia 11 tahun yang telah divonis dua bulan 6 hari oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Pematang Siantar, Roziyanti pada 5 Juni lalu.

Vonis ini dinilai bertentangan dengan putusan MK yang telah mengubah batas usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana semula minimal 8 tahun menjadi 12 tahun. “Vonis itu keliru, karena hakim masih menerapkan UU Pengadilan Anak sebelum diujimaterikan di MK yang mencantumkan batas usia anak yang bisa dipidana 8 tahun,” kata Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma di kantornya, Jumat (7/6).  

Bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu dinilai terbukti melanggar Pasal 363 ayat (1) KUHP jo Pasal 4 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. DY dinyatakan bersalah lantaran mencuri sebuah handphone dan laptop pada Marert 2013. Atas vonis itu, DY dibebaskan karena masa tahanan yang telah dijalaninya sebelumnya sama dengan vonis tersebut.   

Alvon mengecam sikap aparat penegak hukum (penyidik, jaksa, hakim) yang telah menbawa dan mengadili seorang anak yang belum berusia 12 tahun ke pengadilan. Sejak awal seharusnya kasus ini tidak perlu dibawa ke pengadilan. Dia menilai putusan itu batal demi hukum karena bertentangan dengan putusan MK.     

Menurut Alvon sesuai Pasal 5 UU Pengadilan Anak, jika seorang anak yang berumur 12 tahun ke bawah yang melakukan tindak pidana, maka dikembalikan ke orang tua atau walinya untuk dibina. Jika tidak, penyidik menyerahkan kepada Kementerian Sosial setelah mendengar pertimbangan pembimbing kemasyarakatan.    

“Karena umurnya belum cukup dipidana, seharusnya anak itu ‘dilepas’ untuk dikembalikan kepada keluarganya atau diserahkan Kemensos atau Balai Pemasyarakatan,” kata Alvon.

Persoalan lainnya, ungkap Alvon, selama proses penahanan DY diperlakukan sama dengan orang dewasa. “Anak sebagai kelompok rentan harusnya diperlakukan khusus karena sistem dan pelaksanaan peradilannya berbeda dengan orang dewasa. Misalnya, sidang pengadilan hakim tidak memakai toga, prosesnya ngobrol seperti diskusi, lalu diputus.”

Halaman Selanjutnya:
Tags: