Pemerintah Atur Harga Listrik PLTS Fotovoltaik
Berita

Pemerintah Atur Harga Listrik PLTS Fotovoltaik

Investasi PLTS perlu dikembangkan karena membantu mengurangi penggunaan BBM untuk pembangkit listrik terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.

Oleh:
CR15
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Atur Harga Listrik PLTS Fotovoltaik
Hukumonline

Ada kabar gembira bagi investor yang mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia. Keluhan investor tentang rendahnya harga jual listrik ke PLN yang tak sebanding dengan biaya investasi bisa segera diatasi. Menteri ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik.

Pasal 3 Permen tersebut mengatur bahwa harga patokan tertinggi (ceiling price) adalah US$ 25 sen per kilowatt hour (kWh). Dengan demikian, PLN tidak dapat membeli harga yang ditawarkan lebih mahal saat pelelangan. Harga patokan tertinggi telah termasuk seluruh biaya interkoneksi dari PLTS Fotovoltaik ke titik interkoneksi di jaringan tenaga listrik milik PLN.

Lebih lajut diatur bahwa PLTS Fotovoltaik menggunakan modul fotovoltaik dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sekurang-kurangnya 40%, diberikan insentif dan ditetapkan dengan harga patokan tertinggi sebesar US$ 30 sen/kWh. Untuk menentukan penggunaan TKDN modul fotovoltaik, Permen mengamanatkan kepada Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan (EBTKE) melakukan verifikasi.

Berdasarkan data EBTKE 2012, telah ada pengembangan PLTS di 25 provinsi dengan total 4.740 kilowatt. Tahun ini, Kementerian ESDM akan melelang 70 kuota kapasitas PLTS Fotovoltaik dengan total kapasitas antara 150-170 megawatt.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, mengatakan kebijakan terhadap PLTS Fotovoltaik merupakan kebijakan yang pro rakyat. Harga baru listrik dari PLTS ini juga bisa mengurangi subsidi karena harga pokok penyedian listrik dengan BBM sekitar US$ 30-40 sen per kWh.

Menurutnya, investasi PLTS perlu dikembangkan karena sangat membantu mengurangi penggunaan BBM untuk pembangkit listrik terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau. Dengan demikian, harga jual listrik kepada rakyat bisa lebih murah.

“Tujuan program PLTS adalah untuk mengganti pemakaian BBM sehingga tidak terlalu berimplikasi terhadap harga jual kepada rakyat,” kata Jarman.

Namun, pengamat energi dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) Kurtubi punya pendapat berbeda. Menurutnya, harga yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi. Dia menyayangkan hal itu karena akan berimplikasi pada tingginya harga jual listrik oleh PLN kepada rakyat.

Sekalipun PLN menjual dengan harga yang ditekan, maka subsidi listrik bisa meningkat. “Subsidi BBM sudah dicabut, jangan sekarang kita malah menaikan subsidi listrik sampai hampir empat kali lipat. Intinya rakyat harus bisa beli listrik lebih murah,” ujar Kurtubi.

Menurutnya, dalam menetapkan harga beli pemerintah seharusnya menekan keuntungan investor agar jangan terlalu tinggi. Ia juga menekankan pentingnya insentif pemerintah terhadap penggunaan teknologi sehingga bisa menekan ongkos produksi.

“Biaya listrik dari panas bumi yang hanya sekitar US$ 15 sen saja menurut saya masih tinggi. Sebab kita harus lihat angka kemiskinan dan daya beli masyarakat. Justru gas dan batu bara diekspor banyak-banyak sementara pengimpor menikmati listrik murah dari situ,” tandasnya.

Tags: