Istri Siri, Tak Dapat Menjadi Saksi Suami
Berita

Istri Siri, Tak Dapat Menjadi Saksi Suami

KUHAP tidak menjelaskan istri dari perkawinan seperti apa yang tidak bisa menjadi saksi.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Istri Siri, Tak Dapat Menjadi Saksi Suami
Hukumonline

Selain keluarga sedarah, istri merupakan orang terdekat suami. Sering kali penempatan atau pemberian harta kekayaan tidak membuat istri curiga kepada suaminya. 

Penuntut umum tidak dapat memaksakan istri tersebut menjadi saksi dalam perkara pidana suaminya. Sesuai Pasal 168 dan 169 KUHAP, istri, anak, keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi, kecuali mereka menghendaki.

Hal serupa juga berlaku bagi istri yang dinikahi secara siri atau tidak dicatatkan di KUA. Pengajar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Adami Chazawi mengatakan, KUHAP tidak menjelaskan istri yang dimaksud harus dinikahi secara hukum negara. Istri yang dinikahi secara siri pun dapat mengundurkan diri sebagai saksi.

“Pada prinsipnya, istri tidak bisa menjadi saksi untuk suaminya yang menjadi terdakwa. Tidak ada istilahnya dalam hukum, kawin siri atau istri siri, yang ada cuma istri. Mengundurkan diri sebagai saksi boleh-boleh saja, tapi atas seizin hakim dan harus dilihat dulu alasannya apa,” katanya kepada hukumonline, Minggu (30/6).

Adami melanjutkan, secara hukum, perkawinan sah apabila dilakukan menurut agamanya masing-masing dan dicatatkan ke instansi yang berwenang. Walau perkawinan siri tidak dicatatkan ke KUA, tapi sah secara agama. Apabila perkawinan siri mau disahkan secara hukum negara, perkawinan siri harus dicatatkan.

Negara tidak mengakui adanya perkawinan, jika perkawinan tidak dicatatkan. Namun, perkawinan siri, tidak mengurangi hak istri untuk mengundurkan diri sebagai saksi dalam perkara pidana suaminya. Istri yang dikawini secara sah, tapi saat perkawinan suaminya menggunakan identitas palsu juga tidak dapat dijadikan saksi.

Adami berpendapat, perkawinan tetap dianggap sah selama tidak ada kekeliruan mengenai orangnya. Perkawinan dapat dibatalkan apabila salah satu pihak mengajukan gugatan. Sepanjang perkawinan belum dibatalkan, perkawinan dianggap sah dan istri tidak dapat dijadikan sebagai saksi sebagaimana diatur KUHAP.

Tags:

Berita Terkait