LSM Fobia
Tajuk

LSM Fobia

Dalam pembangunan sistem nasional integritas, peran LSM sebagai partisipasi masyarakat sipil menjadi sangat mutlak.

Oleh:
ATS
Bacaan 2 Menit
LSM Fobia
Hukumonline

LSM-fobia rupanya masih menjangkit seperti virus Dormant yang sewaktu-waktu muncul jika kepentingan mencuat. Belum lama ini sejumlah orang, termasuk anggota parlemen dan tokoh orba menyerang dengan nyinyir LSM di Indonesia. Salah satu sasaran serangannya, LSM di Indonesia ‘brengsek’, mempermalukan bangsa sendiri, aktivitasnya tidak berguna, LSM hanya bisa mengemis ke donor-donor asing, LSM yang dianggap asing harus dicurigai, dan LSM menghambur-hamburkan dana publik.

Salah satu sasaran serangan adalah sebuah LSM konservasi lingkungan yang sudah lebih dari 50 tahun bergiat di bidang konservasi lingkungan di Indonesia, berbadan hukum yayasan Indonesia, dan diurus dan diawasi oleh dewan-dewan dan aktivis lingkungan yang merupakan putera-puteri Indonesia yang berjuang di gugus terdepan pelosok nusantara untuk kelestarian dan keragaman hayati dan lingkungan kita tanpa sepeserpun mengutip uang negara. Dengan jaringan internasionalnya, LSM ini menyajikan database, analisis, pemberian solusi dan pendekatan dengan menggunakan science-based research.

Basis dan pendekatan demikian tentu jauh lebih sahih dari tuduhan-tuduhan kosong para politisi yang dikenal dekat dengan pengusaha-pengusaha perusak lingkungan dan para pelindungnya termasuk oknum penegak hukum dan birokrat. Kegiatan LSM tersebut juga termasuk advokasi dan pendidikan masyarakat di bidang lingkungan, memberikan masukan dalam pembentukan kebijakan publik yang tepat di bidang lingkungan, mendampingi dunia usaha untuk membimbing bagaimana melakukan usaha di bidang yang terkait dengan lingkungan secara berkelanjutan, dan membantu pemerintah dalam banyak usaha di bidang konservasi lingkungan termasuk: pengurangan deforestasi, pengelolaan perubahan iklim, perencanaan spasial dan tata guna lahan, perlidungan species langka, menjaga keragaman hayati, pelestarian sumber air, pelestarian terumbu karang di area terancam di nusantara dan sejumlah negara tetangga, dan lain sebagainya.

Cobalah para penderita phobia itu sedikit berpikir tentang begitu kompleksnya tantangan yang dihadapi Indonesia di bidang pelestarian lingkungan. Kita saat ini hanya tinggal memiliki 98 juta hektar hutan tropis, itupun masih merupakan 10 persen dari sisa hutan tropis dunia. Hutan tropis Indonesia merupakan yang kedua terbesar di dunia setelah Brazil. Tapi buruknya, kita kehilangan hutan tropis sebesar 2.509.051 hektar setiap tahunnya sehingga kita saat kini hanya memiliki 20 persen dari hábitat hutan tropis yang semula pernah kita miliki. Sampai dengan tahun 2001, kita telah kehilangan 99 juta acres, dan deforestrasi sampai dengan detik ini masih berlangsung terus dengan tingkat kecepatan yang mengerikan.

Indonesia juga memiliki garis pantai sepanjang 202.080 km, dan jumlah penduduk kita kini sebesar 240an juta yang hidup di sejumlah 17.000 pulau yang tersebar di seluruh nusantara, sehingga membutuhkan sistem penyediaan dan pendistribusian bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya yang sangat menantang tingkat kesulitannya.

Diakui oleh pemerintah bahwa walaupun akses ke perguruan tinggai sudah cukup tinggi, tetapi mutu pendidikan tinggi di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Demikian juga akses kepada sistem pemberian pelayanan kesehatan dan jaminan sosial terutama untuk mereka yang berada di bawah garis kemiskinan untuk sekitar 30 juta saudara-saudara kita di seluruh nusantara yang banyak menggerus anggaran belanja negara. Belum lagi fakta bahwa 500-an daerah dengan sistem otonomi daerah memberi peluang besar, dan terbukti demikian, pengeluaran kebijakan-kebijakan yang rawan korupsi. 

Keadaan tersebut di atas menggerus dengan cepat dan sistematis eksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab, baik oleh perusahaan besar maupun oleh rakyat yang belum tersentuh kesejahteraan dan pengetahuan konservasi.

Tags: