Praktik Televisi Berbayar Ilegal Marak di Delapan Provinsi
Aktual

Praktik Televisi Berbayar Ilegal Marak di Delapan Provinsi

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Praktik Televisi Berbayar Ilegal Marak di Delapan Provinsi
Hukumonline

Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia mencatat dugaan praktik penyelenggaraan televisi berlangganan atau berbayar oleh operator ilegal marak terdapat di delapan provinsi dan kini masuk daftar pengawasan aparat kepolisian.

Koordinator Legal Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI) Handiomono kepada wartawan di Surabaya, Jumat, mengatakan delapan provinsi yang masuk pengawasan itu, adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.

"APMI telah bekerja sama dengan Mabes Polri untuk melakukan pengawasan dan penindakan hukum terhadap operator televisi berlangganan ilegal yang beroperasi di delapan provinsi tersebut," kata Handiomono saat diskusi media tentang televisi berlangganan ilegal.

Dari hasil kerja sama tersebut, lanjut Handiomono, aparat kepolisian telah melakukan operasi penertiban (sweeping) dan penyitaan barang bukti di Batam (Kepri), Bangka Belitung, dan Jawa Barat.

Bahkan untuk di Jatim, saat ini sudah ada empat operator televisi berlangganan ilegal yang diproses secara hukum oleh kepolisian setempat, masing-masing di Surabaya, Gresik dan Jember.

"Satu operator lokal kasusnya telah dinyatakan P21 (lengkap) dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Surabaya, sementara tiga operator lain masih pemberkasan di Polda Jatim dan Polres Gresik. Kami terus menunggu perkembangan keempat kasus tersebut," tambah Handiomono.

Menurut ia, APMI dan Polri terus melakukan penindakan hukum terhadap operator televisi berlangganan ilegal yang masih menjalankan usahanya tanpa izin resmi dari pemerintah.

"Tindakan hukum diperlukan untuk menyelamatkan industri televisi berlangganan, jangan sampai seperti kasus pembajakan CD, VCD dan DVD yang terus marak dan terkesan dibiarkan sehingga membuat industri itu stagnan serta merugikan para kreatornya," ujarnya.

Kegiatan pembajakan siaran televisi berlangganan bukan hanya menyangkut persoalan perusahaan televisi berbayar, tetapi banyak aspek, seperti pendapatan negara dari pajak yang hilang, ancaman iklim investasi dan kerugian bagi masyarakat.

Dari hitung-hitungan kasar yang dilakukan APMI, tambah Handiomono, kasus penyelenggaraan televisi berbayar ilegal berpotensi merugikan operator resmi dan negara lebih dari Rp2 triliun per tahun, karena tidak terbayarnya iuran dan pajak.

"Saat ini terdapat lebih kurang 2.000 operator televisi berlangganan ilegal yang beroperasi di berbagai daerah dengan menarik biaya langganan Rp15.000 hingga Rp50 ribu per bulan. Kalau pelanggan televisi berbayar resmi jumlahnya sekitar tiga jutaan, pelanggan televisi berlangganan ilegal jumlahnya bisa tiga hingga empat kali lipat," tambah Handiomono.

Kepala Unit III Direktorat Reserse Kriminal Khusus Subdit Industri Perdagangan dan Investasi Polda Jatim, Ajun Komisaris Polisi Andi Sinjaya, menyebutkan pihaknya bersama lembaga terkait seperti Dinas Kominfo, APMI dan KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) terus melakukan sweeping dan penegakan hukum terhadap operator ilegal tersebut.

"Empat kasus sekarang sudah diproses dan kami berharap operator yang masih menyelenggarakan televisi berlangganan secara ilegal untuk menghentikan usahanya dan mengurus izin resmi ke pemerintah," ujarnya pada diskusi tersebut.

Tags: