Jalan Berliku Koperasi Pegawai
Fokus

Jalan Berliku Koperasi Pegawai

Ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang ilmu hukum, Hatta tak lupa menyinggung keprihatinannya pada koperasi. “Masih banyak yang terkatung-katung,” ujarnya.

Oleh:
MYS/M-14
Bacaan 2 Menit
Jalan Berliku Koperasi Pegawai
Hukumonline

Pidato Hatta di depan Senat Guru Besar Universitas Indonesia pada 30 Agustus 1975 ‘Menuju Negara Hukum’ telah mengantarkan mantan Wakil Presiden itu meraih gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang hukum. Kegigihannya memperjuangkan jiwa Pasal 33 UUD 1945 terutama koperasi mendapat acungan jempol dari kalangan akademisi dan praktisi, sehingga ia mendapat sebutan Bapak Koperasi Indonesia. Pandangan-pandangannya menjadi roh koperasi Indonesia.

“Sistem yang cocok dengan penghidupan mereka dan tidak bertentangan dengan cita-cita kita ialah badan koperasi ekonomi. Bukan koperasi yang bersemangat NV, dan berdasarkan individualisme dan mencari untung seperti banyak kelihatan sekarang, melainkan koperasi untuk pembela kepentingan umum”. Ini adalah penggalan tulisan Hatta di Daulat Rakyat edisi 10 Juli 1933, yang dikutip promotor pemberian gelar itu, Padmo Wahyono.

Puluhan tahun berlalu, kekhawatiran Hatta masih relevan untuk direnungkan. Perjalanan badan usaha koperasi di Indonesia terkatung-katung, atau kalau boleh dibilang bagaikan kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau. Jangankan menjadi besar dan menguasai pasar, koperasi justru kurang dilirik, termasuk para pengambil kebijakan. Watak perekonomian yang dibuat Founding Fathers dalam Pasal 33 UUD 1945 cenderung makin ditinggalkan.

Asumsi itu mungkin saja terbalik jika dilihat dari jumlah badan usaha koperasi dan jumlah anggota koperasi. Data Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah menunjukkan pada 2009 hanya ada 170.411 koperasi di seluruh Indonesia, hingga Juni 2013 sudah mencapai 200.808 unit usaha koperasi. Jumlah anggotanya pun kini sudah mencapai 34.685.145 orang, naik dibanding tahun 2009 yang berjumlah 29.240.271 orang. Angka-angka ini juga disinggung Menteri Koperasi  dan UKM Syarief Hasan saat peringatan Hari Koperasi Nasional ke-66 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 12 Juli lalu.

Koperasi sebenarnya badan usaha yang sangat dikenal karena tersebar hingga ke pedesaan. Puluhan tahun program Koperasi Unit Desa (KUD) diperkenalkan. Malahan, nama koperasi sering dipakai untuk bisnis investasi yang rawan penyimpangan. Anda masih ingat kasus Koperasi Langit Biru di Depok? Pengurus koperasi ini telah mengumpulkan uang dari anggota dengan iming-iming imbalan besar. Hasilnya, uang anggota raib, dan pengurus koperasi itu, Jaya Komara, akhirnya meninggal dalam status tahanan polisi.

Bentuk usaha koperasi bahkan menjadi pilihan para pegawai negeri di banyak lembaga pemerintahan, termasuk lembaga yang bersinggungan dengan hukum semisal Kejaksaan, Kepolisian, Komnas HAM, DPR, BPK, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

Penelusuran yang dilakukan hukumonline memperlihatkan warna warni koperasi di lembaga-lembaga tersebut. Ada yang berkembang dengan dana miliaran rupiah, ada pula yang hidup biasa-biasa saja. Koperasi Pengayoman, misalnya. Omzet koperasi para pegawai di Kementerian Hukum dan HAM ini puluhan miliar per tahun. Kantor koperasinya malah berada di luar gedung Kementerian, dan punya bisnis seperti SPBU di daerah Tangerang. Koperasi simpan pinjam pegawai bekerjasama dengan BNI, setiap pegawai bisa meminjam maksimal Rp20 juta dengan masa tenor lima tahun.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait