DJP Butuh Tim Spesialisasi Penanganan Pajak
Berita

DJP Butuh Tim Spesialisasi Penanganan Pajak

Guna mengoptimalkan penerimaan dan mengurangi potensi kehilangan pajak.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
DJP Butuh Tim Spesialisasi Penanganan Pajak
Hukumonline

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengaku membutuhkan tim spesialisasi pajak per sektor. Tim ini diperlukan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, mengatasi terbenturnya antar regulasi serta lebih fokus dalam memburu wajib pajak (WP) yang nakal. Hal ini disampaikan oleh Tenaga Pengkaji Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Samon Jaya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (25/9). “Tim ini penting untuk meningkatkan penerimaan pajak,” kata Samon.

Sejauh ini, lanjut Samon, DJP memiliki tim spesialisasi pajak. Namun belum ditetapkan secara detail layaknya di Jepang. Tim spesialisasi pajak yang dimaksud adalah setiap sektor, baik WP pribadi maupun badan diurus oleh satu tim yang fokus, misalnya, mengurusi pajak sektor perkebunan, sektor pertambangan, atau sektor industri.

Tim yang dimiliki oleh DJP saat ini, kata Simon, belumlah spesifikasi seperti di Jepang. Semua pegawai pajak diberikan pengetahuan dasar mengenai perpajakan dan siap ditempatkan diposisi manapun. Artinya, setiap pegawai DJP masih kerap dipindahkan ke bagian yang tidak berhubungan dengan desk pekerjaan sebelumnya. “Ada spesialisasi tentang sawit, batubara, dan lain sebagainya. Jadi akhirnya menjadi analis yang luar biasa,” ungkap Samon.

Untuk diketahui, beberapa tahun terakhir penerimaan pajak yang diperoleh oleh DJP kerap tak mencapai target yang sudah ditetapkan dalam APBN. Selama 5 tahun terakhir, realisasi penerimaan pajak selalu dibawah target APBN. Tahun 2012 ditargetkan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp 1.016,23 triliun, sementara realisasinya hanya Rp 980,199 triliun.

Tidak optimalnya penerimaan pajak disebabkan banyak faktor. Misalnya, kelemahan aturan pajak, kendala sumber daya dan penetapan fasilitas dan insentif pajak yang tidak tepat. Yang paling dominan, banyak warga negara yang tidak mendaftar ke kantor pajak, tidak membayar, tidak melapor, tidak melaporkan semua penghasilan dan kurang bayar. “Kalau misalnya ada spesifikasi interpretasi UU, maka kelemahan aturan pajak bisa teratasi,” ungkap Simon.

Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis menyetujui pembentukan tim spesifikasi pajak di DJP. Ia mengatakan, semakin per sektoral, akan semakin fokus dan menggenjot penerimaan pajak. “Saya setuju, semakin per sektoral, dan keahliannya per sektoral. Jasdi ada sekor tambang, kebun dan segala macam dan mereka benar-benar ahli dan fokus di sana,” kata Harry.

Saat ini, DJP masih mengandalkan sistem wilayah  (Kanwil). Selain itu, Harry juga berharap agar pembentukan tim spesifikasi pajak tidak hanya sekedar sektoral saja, namun juga antar sektoral. Mengenai mengena gaji yang besar untuk tiap pegawai yang tergabung di dalam tim spesifikasi, Harry menyatakan APBN masih memiliki ruang untuk penambahan alokasi DJP. Apalagi jika penambahan tim spesifikasi pajak tersebut dapat mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak,

“Itu tidak seberapa banyak kalau dari APBN, mungkin APBN akan menambah alokasi ke DJP sebesar Rp500 miliar atau Rp1 triliun. Tetapi, kalau itu bisa  menambah penerimaan pajak sampai Rp200 triliun, kenapa tidak,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait