Perppu MK Dinilai Diskriminatif terhadap Parpol
Berita

Perppu MK Dinilai Diskriminatif terhadap Parpol

Dicurigai hanya sebagai pengalihan dari isu Bunda Putri.

Oleh:
RFQ/ANT
Bacaan 2 Menit
Perppu MK Dinilai Diskriminatif terhadap Parpol
Hukumonline

Presiden Susilo Bambang Yudyoyono telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK). Langkah SBY ini menimbulkan polemik. Sebagian mendukung terbitnya Perppu tersebut, sebagian lagi tidak. Sejumlah politisi di DPR menyuarakan kritik mereka.

Politisi PKS, Hidayat Nur Wahid mengatakan keberadaan Perppu MK terkesan ingin mengkriminalisasi partai politik (parpol). Hidayat menunjuk substansi Perppu MK yang menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk menjadi hakim MK adalah tidak menjadi anggota parpol dalam jangka waktu singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim MK. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 15 ayat (1) huruf i.

“Hal lain yang mengganjal kami, dari Perppu itu seolah-olah mengkriminalisasi parpol, sehingga harus ada masa jeda tujuh tahun, bahkan ada (surat) pernyataan bahwa tidak lagi menjadi anggota Parpol,” ujar Hidayat di Gedung DPR, Senin (21/10).

Menurut Anggota Komisi VIII DPR ini, Perppu MK itu dengan kata lain ingin mengatakan calon hakim MK tidak boleh dari unsur Parpol. Hidayat menduga ketentuan tersebut muncul merujuk pada status Ketua MK non aktif,M Akil Mochtar yang kebetulan berlatar belakang parpol. “Tapi buktinya ada pak Mahfud MD dari PKB kan tidak bermasalah,” ujarnya membandingkan.

Hidayat menilai Perppu MK tidak adil dan diskriminatif. Kasus tertangkapnya Akil bukan berarti menjadi alasan keluarnya stigma bahwa hakim MK yang berlatar belakang parpol rentan masalah.

“Cara pandang (Perppu, red) melupakan fakta bahwa hakim MK juga pernah dijabat oleh seorang mantan atau bahkan masih di partai politik dan itu baik-baik saja,” kata Hidayat.

Secara umum, Hidayat yang juga Ketua Fraksi PKS menilai langkah SBY menerbitkan Perppu MK tidak tepat. Seharusnya, kata dia, perppu diterbitkan dalam keadaan yang mendesak. Sementara, sebagian kalangan tidak melihat adanya keadaan mendesak tersebut. “Memang betul MK harus diperbaiki, tapi jalurnya tidak melalui Perppu, tetapi melalui revisi UU tentang MK,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait