Tak Ada yang Tahu Jumlah Regulasi di Indonesia
Reformasi Regulasi:

Tak Ada yang Tahu Jumlah Regulasi di Indonesia

Pemerintah siapkan empat langkah reformasi regulasi. Perizinan mendapat perhatian khusus.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Tak Ada yang Tahu Jumlah Regulasi di Indonesia
Hukumonline

Ada berapa banyak peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia? Direktur Analisis Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Diani Sadiawati yakin tak satu pun lembaga negara yang tahu persis jumlahnya. Apalagi peraturan perundang-undangan itu bukan hanya dikeluarkan pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.

Berbicara dalam acara Konsultasi Publik Reformasi Regulasi yang diselenggarakan Bappenas di Jakarta, Kamis (24/10), Diani Sediawati, mengakui regulasi masih dipandang sebagai salah satu pekerjaan rumah yang harus dibereskan dalam perencanaan pembangunan. Masih ada ketidaksesuaian antara kebijakan (politik) hukum, dan proses pembuatan peraturan perundang-undangan. “Pengusaha mengeluhkan itu,” ujarnya.

Jumlah regulasi yang banyak bukan saja karena banyaknya lembaga yang bisa mengeluarkan peraturan, tetapi karena rentang waktu pembuatannya yang panjang. Saat ini masih ada sejumlah peraturan buatan era Belanda yang masih belaku, seperti KUH Pidana, KUH Perdata, dan KUH Dagang.

Banyaknya peraturan perundang-undangan yang berlaku melahirkan potensi tumpang tindih, multitafsir, disharmoni atau inkosisten. Kalau tidak ada penataan ulang, dikhawatirkan akan memberi dampak pada implementasinya di masyarakat. Di daerah misalnya, seperti dituturkan Direktur Eksekutif Komite Pementauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Eni Jaweng, regulasi pungutan dan sumbangan pihak ketiga sangat memberatkan pengusaha.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas diketahui sedang menyusun berbagai langkah reformasi regulasi. Bahan itu nanti akan dimasukkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. “RPJMN ketiga itu mencoba memasukkan kerangka regulasi sebagai salah satu tool membuat tujuan-tujuan pembangunan,” kata Rizki Ferianto, Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas.

Menurut Diani, ada empat konsep yang kini sedang dikembangkan Bappenas. Konsep pertama, simplikasi regulasi. Melalui konsep ini, para pemangku kepentingan menginventarisasi regulasi yang ada, mengidentifikasi masalah dan pemangku kepentingannya, melakukan evaluasi regulasi yang bermasalah, dan mencabut yang tidak perlu. Dalam konteks ini, aturan-aturan perizinan yang tidak perlu layak dipangkas.

Langkah kedua adalah rekonseptualisasi tata cara pembentukan regulasi. Terkait hal ini, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Wicipto Setiadi, menggarisbawahi pentingnya memenuhi syarat substantif dan syarat teknis pembentukan peraturan perundang-undangan seperti diatur dalam UU No. 12 Tahun 2012. Tetapi proses pembentukan peraturan tetap mengacu pada skala prioritas yang ditetapkan lewat Prolegnas.

Langkah ketiga adalah restrukturisasi kelembagaan pembentuk regulasi. Pada tataran inilah Diani berbicara tentang tidak adanya lembaga yang tahu jumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia. BPHN, badan yang membina hukum nasional juga tak menyimpan database semua peraturan perundang-undangan pusat dan daerah.

Langkah keempat adalah penguatan pemberdayaan sumber daya manusia di bidang perancangan regulasi. Dalam konsep ini, penguatan kualitas dan kuantitas legal drafter menjadi pekerjaan rumah para pemangku kepentingan.

Tags:

Berita Terkait