Privatisasi Pengelolaan Air Berorientasi Keuntungan
Berita

Privatisasi Pengelolaan Air Berorientasi Keuntungan

PP Muhammadiyah dan sejumlah tokoh ‘gugat’ UU Sumber Daya Air.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Privatisasi Pengelolaan Air Berorientasi Keuntungan
Hukumonline

Sidang perdana pengujian sejumlah pasal dalam UU No. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) digelar di Gedung MK, Rabu (30/10). Uji materi ini dimohonkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, kelompok masyarakat, dan sejumlah tokoh diantaranya Amidhan, Marwan Batubara, Adhyaksa Dault, Laode Ida, M. Hatta Taliwang, Rachmawati Soekarnoputri, Fahmi Idris.

Spesifik, para pemohon mempersoalkan ketentuan Pasal 6 ayat (2), (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 38, Pasal 40 ayat (4), Pasal 49 UU SDA. Penerapan pasal-pasal itu dinilai membuka peluang privatisasi dan komersialisasi oleh pihak swasta atas pengelolaan SDA yang merugikan masyarakat sebagai pengguna air.

”Ini tidak terlepas dari keterlibatan swasta yang menggeser makna air yang sebelumnya barang publik (kewajiban pemerintah) berubah menjadi komoditas ekonomi yang lebih berorientasi keuntungan,” kata kuasa hukum pemohon, Syaiful Bakhri dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di ruang sidang MK. Majelis panel pengujian UU Sumber Daya Air ini diketuai Hakim Konstitusi Muhammad Alim didamping Harjono dan Patrialis Akbar.

Syaiful mengatakan keterlibatan swasta dalam hak guna usaha air tercermin dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 40 ayat (4) UU SDA. Hal ini diamini MK melalui pengujian UU SDA sebelumnya melalui putusan MK No. 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan No. 008/PUU-III/2005 yang mengakui peran swasta karena beberapa pasal lain telah mewajibkan pemerintah memenuhi hak atas air di luar hak guna air.

“Seperti dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 29 ayat (3), Pasal 29 ayat (7) yang mewajibkan pemerintah menyediakan air untuk kebutuhan pokok dan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan,” kata Syaiful mengutip putusan MK itu.

Namun, penafsiran MK itu telah diselewengkan secara normatif yang berdampak teknis pelaksanaannya. Buktinya, dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 9 PP No. 16 Tahun 2005  tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang menyebut penyelenggara pengembangan SPAM adalah BUMN/BUMN, koperasi, badan usaha swasta, atau kelompok masyarakat.

Padahal dalam Pasal 40 ayat (2) UU SDA sudah dinyatakan pengembangan SPAM tanggung jawab pemerintah pusat/pemerintah daerah. Ini artinya, PP No. 16 Tahun 2005 yang merupakan implementasi Pasal 40 ayat (2) UU SDA merupakan swastanisasi terselubung dan pengingkaran tafsir konstitusional MK.

Tags: