Surat Bebas Tugas Bukan Tanda PHK
Berita

Surat Bebas Tugas Bukan Tanda PHK

Majelis hakim PHI Jakarta Kabulkan PHK Metro TV terhadap asisten produser.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Surat Bebas Tugas Bukan Tanda PHK
Hukumonline

PHI Jakarta mengabulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diajukan Metro TV terhadap pekerjanya, Luviana. Menurut majelis, hubungan kerja yang dijalin antara Metro TV dengan perempuan yang menjabat sebagai Asisten Produser itu sudah tidak harmonis. Sehingga, demi kepentingan pekerja, majelis mengabulkan gugatan PHK Metro TV dan mewajibkan membayar kompensasi atas PHK kepada Luviana yang besarnya mencapai Rp235 juta.

Majelis dipimpin Jan Manopo –beranggotakan Sweden Simarmata dan Juanda Pangaribuan-- membacakan putusan itu pada Senin (4/11). Dalam pertimbangannya, majelis menilai surat pembebasan tugas Luviana pada 29 Maret 2012 bukan berarti hubungan kerja putus. Sebab, pembebasan tugas berbeda dengan PHK. Oleh karenanya, surat pembebasan tugas itu diartikan majelis sebagai skorsing atau pemberhentian sementara waktu.

Permohonan Metro TV melakukan PHK terhadap Luviana merujuk pasal 65 ayat (1) huruf F, L dan P Peraturan Perusahaan Periode 2011-2013. Ketentuan itu pada intinya memberikan kewenangan kepada Metro TV melakukan PHK karena alasan mendesak kepada pekerja yang melakukan kesalahan berat. Dalam hal ini, Metro TV menganggap Luviana melakukan kesalahan berat karena meminta kejelasan tentang penilaian kinerja, status jabatan asisten produser, transparansi pembagian bonus, serta reformasi dan penggantian manajemen redaksi.

Majelis menilai tuntutan Luviana tidak dapat dikategorikan sebagai kesalahan berat. Untuk merespon tuntutan itu Metro TV bisa merundingkannya sampai ditemukan solusi yang tepat. “Dalam hubungan kerja yang dinamis, tuntutan seperti itu dikenal sebagai bagian dari dinamika hubungan kerja yang muncul sebagai reaksi atas kebijakan yang dipandang patut dan perlu untuk dirundingkan,” kata Juanda membacakan pertimbangan putusan di ruang sidang III PHI Jakarta.

Sesuai keterangan saksi dan bukti di persidangan, majelis tidak menemukan keterangan yang menyebut Luviana membujuk orang lain untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Atau membocorkan rahasia dan mencemarkan nama baik perusahaan serta keluarga pimpinan. Walau menyatakan Luviana tidak terbukti melakukan kesalahan berat, namun majelis punya pendapat lain terkait skorsing yang dijatuhkan Metro TV.

Majelis berpendapat, skorsing dijatuhkan agar Luviana tidak boleh bekerja di perusahaan lain atau tidak melakukan tindakan yang dapat memperburuk hubungan kerja. Sebab, dalam skorsing hubungan kerja masih berlangsung. Mengacu bukti di persidangan, majelis menemukan perselisihan antara Metro TV dan Luviana menyebar luas di media. Salah satu pemberitaan yang disorot majelis adalah slogan “Stop Menonton Metro TV.” Bagi majelis, kondisi itu tidak relevan dengan keinginan Luviana untuk tetap bekerja di Metro TV.

Begitu pula dengan orasi Luviana di depan Istana Negara. Bagi majelis hal itu menunjukan tidak kondusif lagi bagi kedua pihak melangsungkan hubungan kerja. Dari pemberitaan dan kegiatan tersebut, majelis berpandangan hal itu berkontribusi memperuncing hubungan kerja Metro TV dan Luviana. Jika hubungan kerja dilanjutkan akan memunculkan konsekuensi yang tidak sederhana. Ujungnya, pekerja menjadi pihak yang dirugikan karena menutup peluang bekerja.

Tags:

Berita Terkait