Akademisi Minta Penundaan Revisi RUU KUHP-KUHAP
Aktual

Akademisi Minta Penundaan Revisi RUU KUHP-KUHAP

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Akademisi Minta Penundaan Revisi RUU KUHP-KUHAP
Hukumonline

Badan Kerja Sama Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri Indonesia meminta penundaan revisi terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena dinilai akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

"Pemerintah sebaiknya menunda RUU itu agar nanti KUHP dan KUHAP tentunya akan lebih sempurna apabila menampung aspirasi semua elemen," kata Ketua Badan Kerja Sama Fakultas Hukum PTN Indonesia, Prof Dr Runtung Sitepu, seusai mengikuti pembahasan pembaharuan Hukum Pidana RUU KUHP dan KUHAP di Kuta, Bali, Rabu (13/11).

Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu mengatakan, banyak pasal dalam kedua RUU tersebut yang tidak pro terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Senada dengan Runtung, pengkaji RUU KUHP dan KUHAP dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung Agustinus Pohan menyatakan, revisi undang-undang warisan Belanda itu akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga superbodi yang memiliki kewenangan dalam penindakan kasus tersebut.

Dosen hukum yang meneliti sekitar tiga bulan pada lingkup pemberantasan korupsi itu menambahkan bahwa dalam RUU tersebut, korupsi dipandang bukan merupakan tindak pidana luar biasa namun lebih disamakan dengan tindak pidana biasa.

"Pada pokoknya dapat disimpulkan bahwa Rancangan KUHP dan KUHAP akan melemahkan pemberantasan korupsi. Disini isunya bukan hanya KPK tetapi upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi," ujarnya.

Selain itu, dalam RUU tersebut mengandung multi-tafsir dalam hal penegakan hukum karena terdapat dua delik aduan yakni delik jabatan dan korupsi. Dia menjelaskan bahwa untuk delik jabatan versi RUU, termasuk suap kepada pegawai negeri dan suap kepada hakim.

Halaman Selanjutnya:
Tags: