Menuju BPJS Kesehatan, PT Askes Dituntut Efisien
Berita

Menuju BPJS Kesehatan, PT Askes Dituntut Efisien

Rencana PT Askes menambah dua direksi baru dinilai bakal memberatkan biaya operasional BPJS Kesehatan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Menuju BPJS Kesehatan, PT Askes Dituntut Efisien
Hukumonline

Direktur Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape), German E Anggent, mengkritik rencana PT Askes menambah dua direksi baru. Menurutnya, belum penting bagi BUMN yang tahun depan beralih menjadi BPJS Kesehatan itu punya direksi baru. Penambahan itu terlalu banyak karena saat ini jumlah direksi PT Askes di bawah Direktur Utama (Dirut) ada 5 orang. Kelima direksi yang ada adalah Direktur Pelayanan, Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga, Keuangan dan Investasi, Perencanaan Pengembangan dan Teknologi Informasi serta SDM dan Umum.

Anggent membandingkan penambahan itu dengan PT Jamsostek yang direksinya berjumlah enam orang. Saat beralih menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Jamsostek akan mengelola dana publik yang sangat besar dan program lebih banyak ketimbang BPJS Kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan akan melaksanakan empat program yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). BPJS Kesehatan hanya satu program yaitu Jaminan Kesehatan (Jamkes).

Anggent khawatir ketika berubah menjadi BPJS Kesehatan, PT Askes akan berjalan tidak efisien dan membebani biaya operasional. Apalagi ia mendengar informasi Askes mengusulkan gaji direksi paling sedikit Rp200 juta. Jumlah itu belum termasuk fasilitas untuk direksi. Dengan menambah direksi maka organisasi di bawahnya akan ikut bertambah. Mulai dari kepala grup, manajer dan staf. Anggent mengusulkan ketimbang menambah direksi, lebih baik PT Askes merekrut banyak pekerja operasional. Sehingga di masa awal beroperasinya BPJS Kesehatan dapat berjalan maksimal untuk meningkatkan pelayanan peserta.

Elkape dan serikat pekerja yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) mendukung peningkatan biaya operasional BPJS Kesehatan dari 5 persen menjadi 10 persen dalam rangka meningkatkan pelayanan peserta. Bukan memperbanyak birokrasi dengan menambah dua orang direksi baru. Meningkatkan pelayanan itu salah satunya dapat dilakukan lewat efisiensi struktur organisasi PT Askes. “Kalau pekerja frontliner yang diperbanyak kami setuju, tapi kalau menambah direksi baru kami tidak sepakat,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (15/11).

Anggent menjelaskan, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Aset Dan Liabilitas BPJS Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial Kesehatan (RPP Alma), biaya operasional BPJS Kesehatan diambil sebesar 10 dari iuran peserta. Sebagian biaya operasional itu akan dialokasikan untuk membayar gaji direksi PT Askes. Dengan menambah direksi baru dikhawatirkan alokasi utama dari dana operasional hanya untuk gaji dan fasilitas direksi. “Padahal kebutuhan utama biaya operasional itu ditujukan untuk pelayanan peserta BPJS Kesehatan,” tegasnya.

Walau begitu Anggent menegaskan bukan berarti Elkape dan KAJS menghambat perkembangan struktur organisasi BPJS Kesehatan. Namun, pengembangan itu dapat dilakukan ketika BPJS Kesehatan sudah berjalan baik. Sebab, mengutamakan pelayanan bagi peserta sifatnya wajib karena pada masa awal BPJS Kesehatan bergulir, berpotensi banyak peserta yang mengajukan klaim. Hal itu sudah terbukti pada pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat, dimana masyarakat berbondong-bondong menyambangi Rumah Sakit (RS) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.


Selain itu Anggent menilai untuk sekarang PT Askes belum perlu menambah direksi baru karena ketika BPJS Kesehatan bergulir, ada Dewan Pengawas yang berfungsi bukan sekedar memberi masukan atau inisiatif, tapi juga turun langsung ke lapangan membantu BPJS Kesehatan. Tak ketinggalan ia menyoroti apakah penambahan direksi itu sesuai dengan peta jalan BPJS Kesehatan yang dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Ketua DJSN, Chazali Husni Situmorang, mengatakan DJSN tidak berwenang untuk melarang atau menyetujui pengangkatan direksi baru PT Askes. Sebab, PT Askes baru menjadi obyek pengawasan DJSN ketika sudah beralih menjadi BPJS Kesehatan. Sampai akhir tahun ini wewenang menambah direksi baru ada di tangan Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Apakah penambahan itu efektif dan efisien atau tidak bagi Chazali tergantung pada perspektif yang digunakan. Mungkin saja Menteri BUMN menyepakati penambahan itu karena dianggap akan menunjang kinerja BPJS Kesehatan.

Tapi Chazali mengatakan UU BPJS mengamanatkan batas maksimal jumlah direksi BPJS. Bisa jadi PT Askes mengejar batas maksimal kuota direksi sebagaimana ketentuan tersebut. “Analisa saya PT Askes mau mengejar jumlah itu,” urainya.

Direktur Utama PT Askes, Fachmi Idris, mengatakan lembaga yang dipimpinnya itu membutuhkan dua direksi baru. Pertama, direksi yang  membidangi soal teknologi informasi (IT), terutama berkaitan dengan aplikasi sistem informasi BPJS Kesehatan. Kedua, Direksi yang mengurusi hubungan antar lembaga dan ketenagakerjaan. Menurut Fachmi kedua bidang itu sangat penting bagi Askes.

Misalnya, di bidang antar lembaga dan hubungan industrial, ke depan BPJS Kesehatan perlu merangkul banyak pihak. Sehingga pelaksanaan BPJS Kesehatan mendapat dukungan luas. Tak kalah penting soal ketenagakerjaan. Fachmi menilai selama ini skes kurang maksimal mengelola hubungan industrial. Padahal bidang ketenagakerjaan itu sangat penting bagi kelancaran operasional BPJS Kesehatan.

Tags:

Berita Terkait