Ketidakpastian Hukum Hambat Pengelolaan Energi Nasional
Berita

Ketidakpastian Hukum Hambat Pengelolaan Energi Nasional

Seperti adanya tumpang tindih lahan serta tumpang tindih berbagai peraturan dan kebijakan di tingkat daerah.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ketidakpastian Hukum Hambat Pengelolaan Energi Nasional
Hukumonline

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan kebutuhan energi akan melonjak tajam pada tahun 2025. Menurut Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Kelembagaan dan Perencanaan Strategis, Wiratmaja Puja, peningkatan itu dikarenakan faktor pertambahan populasi penduduk.

Selain itu, menurut Puja, pertumbuhan ekonomi global ikut mempengaruhi permintaan energi."Sekarang pertumbuhan energi kita baru sebesar 7-8%,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (20/11).

Puja menambahkan, untuk memenuhi kebutuhan energi listrik pihaknya masih harus membangun pembangkit dengan kapasitas 5000 MW setiap tahun. Di sisi lain, Puja mengeluhkan hambatan-hambatan yang terjadi masih sering mengganjal pembangunan itu.

Ia merinci, permasalahan yang seringkali menghambat banyak disebabkan faktor ketidakpastian hukum dan perizinan. Puja mencontohkan, masalah ketidakpastian hukum seperti adanya tumpang tindih lahan serta tumpang tindih berbagai peraturan dan kebijakan di tingkat daerah. Sementara itu, masalah perizinan juga terkait dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup yang mengatur capping cost recovery dan azas cabbotage.

"Adanya hambatan itu membuat kita tidak optimal dalam pengelolahan energi apalagi di sektor migas. Padahal sumber-sumber energi kita itu paling banyak adalah migas," tuturnya.

Kepala Pusat Kajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, berpendapat masalah energi di Indonesia bergantung pada azas pengelolaan. Menurutnya,pemerintah harus berpegang pada azas keadilan dan keberlangsungan dalam merumuskan kebijakan energi. Ia melihat, saat ini pemerintah belum melaksanakan azas itu dengan baik.

“Pengelolaan energi nasional tidak dijalankan dengan baik,” tandasnya.

Iwa mengingatkan, produksi migas dalam negeri harus ditahan agar keberlanjutan bisa terjaga. Oleh karena itu, ia menilai pemerintah tidak perlu mematok lifting atau produksi migas terlalu tinggi. Menurutnya, fokus pemerintah seharusnya mengatasi persoalan bagaimana bisa bertahan hingga beberapa puluh tahun ke depan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait