Tak Ada Anggaran Konversi Energi yang Konkrit
Berita

Tak Ada Anggaran Konversi Energi yang Konkrit

Kementerian ESDM mengaku telah menyusun strategi Catur Darma Energi untuk tekan impor BBM.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Tak Ada Anggaran Konversi Energi yang Konkrit
Hukumonline

Dalam beberapa tahun terakhir, impor Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi tekanan terbesar perekonomian Indonesia. Sekitar 26 persen impor merupakan barang yang berhubungan dengan BBM dan kendaraan bermotor. Setiap tahun negara harus mengalami defisit neraca perdagangan. Hal ini akibat biaya untuk kebutuhan impor minyak yang mencapai Rp 300 triliun per tahun.

Untuk menyelamatkan cadangan devisa dalam negeri, Pemerintah menyusun strategi. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana, menjelaskan pemerintah sudah mempunyai strategi itu. Ada empat langkah untuk membangkitkan sektor energi dengan Catur Darma Energi.

Langkah pertama adalah pencarian sumber baru minyak dan gas bumi. Rida mengatakan langkah pertama yang menjadi kendala adalah eksplorasi di laut dalam yang membutuhkan teknologi dan investasi yang besar. Sayang, ia mengakui eksplorasi di kawasan Indonesia timur masih belum maksimal karena keterbatasan infrastruktur dan kondisi alam.

“Langkah kedua adalah mengurangi ketergantungan impor dari negara tetangga. Masa kita tergantung pada Singapura sih?," ujar Rida di Jakarta, Rabu (27/11).

Ia mengungkapkan, cara ketiga mengurangi ketergantungan impor adalah dengan mengganti penggunaan BBM menjadi bahan bakar gas (BBG). Penggantian minyak tanah ke elpiji dapat mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Langkah selanjutnya, keempat,  pemerintah mengganti pembangkit listrik dengan tenaga matahari.

Menurut Rida, hal tersebut dapat menjadi alternatif untuk menekan ketergantungan atas solar impor untuk pembangkit listrik. Selain itu Rida mengatakan, konversi energi juga dapat dilakukan dengan mengganti sebagian BBM dengan bahan bakar nabati (BBN). Salah satu hal yang sudah dilakukan terkait hal itu adalah pencampuran BBM jenis solar dengan biodiesel 10 persen.

"Bahan bakar nabati kita banyak. Indonesia memiliki crude palm oil (CPO) yang melimpah dan pemerintah perlu menciptakan pasar dalam negeri untuk CPO," tuturnya.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Eni Sri Hartati, melihat bahwa program konversi energi yang digembar-gemborkan pemerintah belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Eni menyebut, indikatornya bisa dilihat dari tidak adanya alokasi anggaran untuk konversi energi. Menurutnya, konversi energi hanya sebatas wacana tanpa ada langkah pasti untuk ke depannya.  "Kalau tidak alokasi anggaran itu tidak ada yang konkret," singkatnya.

Eni mengakui, pada masa Wakil Presiden Jusuf Kalla pada sukses mengkonversi minyak tanah ke gas. Kebijakan ini berhasil menekan defisit neraca perdagangan. Keberhasilan tersebut karena ada alokasi anggaran yang jelas untuk pengembangan gas. "Zaman Pak JK jelas konversi minyak tanah ke gas. Ada anggaran untuk untuk itu dan jelas. Ada alokasi pengembangan gas," ucap Eni.

Lebih lanjut Eni mengungkapkan, saat itu Pemerintah juga punya program mengkoversi BBM subsidi ke energi biodiesel dan panas bumi. Sayangnya, program tersebut tidak berlanjut. Eni menilai, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono saat ini, tidak serius menjalankan program konversi energi. “Biodiesel itu energi yang kita punya sangat besar jumlahnya. Sayang, sampai sekarang belum sempat ditindaklanjuti," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait