‘Iktikad Baik’ Hindarkan Perusahaan dari Jerat TPPU
Berita

‘Iktikad Baik’ Hindarkan Perusahaan dari Jerat TPPU

Misalnya, dalam kontrak, perusahaan mencantumkan bahwa uang yang digunakan untuk mengakuisisi atau membeli saham tidak berasal dari tindak pidana.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
‘Iktikad Baik’ Hindarkan Perusahaan dari Jerat TPPU
Hukumonline

Regulasi anti pencucian uang mulai banyak digunakan aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku tindak pidana. Seperti, dalam kasus Bahasyim Assifie, Dhana Widyatmika, Malinda Dee, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan Ishaaq, Labora Sitorus, dan Djoko Susilo. Mereka dijerat TPPU dengan berbagai macam tindak pidana asal.

Sebagian besar pelaku dalam contoh kasus tersebut mencoba menyamarkan atau menyembunyikan uang hasil tindak pidana dengan menggunakan orang lain atau perusahaan. Bahasyim misalnya. Mantan Kakanwil Pajak Jakarta Barat ini membelikan polis asuransi bernilai miliaran atas nama istri dan anaknya.

Dhana menggunakan uang hasil tindak pidana untuk berinvestasi di pasar modal, mini market, dan dealer mobil. Sementara, di kasus berbeda, Djoko diduga menggunakan nama orang lain untuk membeli sejumlah properti, mobil, dan SPBU. Djoko bahkan meminta rekannya yang memiliki perusahaan untuk mengelola SPBU.

Namun, pada prinsipnya, TPPU merupakan upaya untuk mengaburkan asal-usul harta kekayaan dari hasil tindak pidana, sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah. Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, ada tiga proses pencucian uang.

Pertama placement, menempatkan hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan. Kedua, layering, memindahkan/mengubah bentuk dana melalui transaksi keuangan yang kompleks untuk mempersulit pelacakan asal-usul dana. Ketiga, integration, mengembalikan dana yang seolah sah kepada pemiliknya untuk digunakan secara aman.

Menurut Ivan, pelaku tindak pidana asal akan mencari cara untuk menikmati uang hasil tindak pidananya. Pelaku biasanya menggunakan orang lain (nominee) atau perusahaan. “Cara itu dilakukan untuk memasukan uang hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan,” katanya dalam diskusi PPATK di Bogor, Kamis (28/11).

PPATK menemukan beberapa modus pelaku TPPU. Modus yang paling mudah dideteksi adalah pelaku menggunakan rekening istri, anak, keluarga atau kerabat terdekat untuk menampung uang hasil tindak pidana. Banyak modus lainnya, yaitu menggunakan perusahaan samaran untuk menampung uang hasil tindak pidana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait